INDONESIA PADA MASA KOLONIAL
Pada tahun 1595 Coenelis de Houtman yang sudah merasa
mantap, mengumpulkan modal untuk membiayai perjalanan ke Timur Jauh. Pada bulan
April 1595, Cornelis
de Houtman dan De Keyzer dengan 4 buah kapal memimpin pelayaran menuju
Nusantara. Pada bulan Juni 1596 pelayaran yang dipimpin oleh De Houtman
berhasil berlabuh di Banten.
A. VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie)
Atas prakarsa dari dua tokoh Belanda, yaitu : Pangeran Maurits
dan Johan
van Olden Barnevelt, pada tahun 1602 kongsi-kongsi dagang Belanda
dipersatukan menjadi sebuah kongsi dagang besar yang diberi nama VOC (Verenigde
Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Maskapai Perdagangan Hindia
Timur. Pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka
kantor pertamanya di Banten yang dikepalai oleh Francois Wittert. Adapun tujuan
dibentuknya VOC adalah :
a. Untuk menghindari persaingan
tidak sehat antara sesama pedagang Belanda sehingga keuntungan maksimal dapat
diperoleh.
b. Untuk memperkuat posisi Belanda
dalam menghadapi persaingan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya maupun dengan
bangsa-bangsa Asia.
c. Untuk membantu dana pemerintah
Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spanyol yang masih menduduki Belanda.
Agar dapat
melaksanakan tugasnya dengan leluasa, oleh pemerintah Belanda VOC diberi
hak-hak istimewa yang dikenal sebagai Hak
Octroi yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Monopoli perdagangan
2. Mencetak dan mengedarkan uang
3. Mengangkat dan memberhentikan
pegawai
4. Mengadakan perjanjian dengan
raja-raja
5. Memiliki tentara untuk mempertahankan diri
6. mendirikan benteng
7. menyatakan perang dan damai
8. mengangkat dan memberhentikan
penguasa-penguasa setempat
Untuk mendapatkan keuntungan yang besar VOC
menerapkan monopoli perdagangan. Bahkan pelaksanaan monopoli VOC di Maluku
lebih keras dari pada pelaksanaan monopoli bangsa Portugis. Peraturan-peraturan
yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain sebagai
berikut :
1. Verplichte Leverantie
2. Contingenten
3. Ekstirpasi
4. Pelayaran Hongi
KEMUNDURAN VOC
Kemunduran dan kebangkrutan VOC
terjadi sejak awal abad ke-18. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut
:
1. Banyak korupsi yang dilakukan oleh pegawai-pegawai VOC
2. Anggaran pegawai terlalu besar sebagai akibat semakin luasnya
wilayah kekuasaan VOC
3. Biaya perang untuk memadamkan perlawanan rakyat sangat besar
4. Adanya persaingan dengan kongsi dagang bangsa lain, seperti
kongsi dagang Portugis (Compagnie des Indies) dan kongsi dagang Inggris (East
Indian Company).
5. Hutang VOC yang sangat besar
6. Pemberian deviden kepada pemegang saham walaupun usahanya
mengalami kemunduran
7. Berkembangnya faham liberalisme, sehingga monopoli perdagangan
yang diterapkan VOC tidak sesuai lagi untuk diteruskan
8. Pendudukan Perancis terhadap negeri Belanda pada tahun 1795,
menganggap badan seperti VOC tidak dapat diharapkan terlalu banyak dalam
menghadapi Inggris, sehingga VOC harus dibubarkan.
Pada
tahun 1795 dibentuklah panitia pembubaran VOC. Pada tahun itu pula hak octroi
dihapus. VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan saldo kerugian sebesar
134,7 juta gulden. Selanjutnya semua hutang dan kekayaan VOC diambil alih oleh
pemerintah kerajaan Belanda.
B. MASA
PEMERINTAHAN KOLONIAL HINDIA BELANDA
Pada
tahun 1795, Partai Patriot Belanda yang anti raja, atas bantuan Perancis,
berhasil merebut kekuasaan. Sehingga di Belanda terbentuklah pemerintahan baru
yang disebut Republik
Bataaf. Republik ini menjadi boneka Perancis yang sedang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte.
Sedangkan raja Belanda, Willem V, melarikan diri dan membentuk pemerintah peralihan di
Inggris. Pada waktu itu antara Inggris dan Perancis sedang bermusuhan dengan
hebatnya.
C. MASA
PEMERINTAHAN HERMAN W. DAENDELS
1. LATAR
BELAKANG
Karena secara geografis letak Belanda dekat dengan
Inggris, Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda. Sehingga pada tahun
1806, Perancis (Napoleon) membubarkan Republik Bataaf dan membentuk “Koninkrijk
Holland” (Kerajaan Belanda) sebagai gantinya. Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai raja
Belanda. Hal ini berarti sejak saat itu pemerintahan yang berkuasa di Indonesia
adalah pemerintahan Belanda-Perancis. Louis Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels sebagai
Gubernur Jendral di Indonesia (1808 – 1811. Daendels mulai menjalankan tugasnya
pada tahun 1808 dengan tugas utama “mempertahankan Pulau Jawa dari serangan
Inggris”.
2. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN HERMAN W. DAENDELS
a. Bidang Birokrasi Pemerintahan
1. Pusat pemerintahan
(Weltevreden) dipindahkan agak masuk ke pedalaman
2. Dewan Hindia Belanda sebagai
dewan legislatif pendamping Gubernur Jendral dibubarkan dan diganti dengan
Dewan Penasehat.
3. Para bupati dijadikan pegawai
pemerintahan Belanda.
b. Bidang Hukum dan Peradilan
1. Dalam bidang hukum Daendels
membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu :
a. Pengadilan untuk orang Eropa
b. Pengadilan untuk orang Pribumi
c.
Pengadilan
untuk orang Timur Asing
2. Pemberantasan korupsi tanpa
pandang bulu termasuk terhadap bangsa Eropa. Akan tetapi ia sendiri malah
melakukan korupsi besar-besaran.
c. Bidang Militer dan Pertahanan
1. Membangun jalan antara Anyer –
Panarukan. Jalan ini penting sebagai lalu-lintas pertahanan maupun
perekonomian.
2. Membangun pabrik senjata di
Gresik dan Semarang. Hal ini dilakukan Daendels sebab hubungan Belanda dan
Indonesia sangat sukar sebab ada blokade Inggris di lautan.
3. Membangun pangkalan angkatan
laut di Ujung Kulon dan Surabaya.
d. Bidang Ekonomi dan Keuangan
1. Membentuk Dewan Pengawas
Keuangan Negara (Algemene Rekenkaer) dan dilakukan pemberantasan korupsi dengan
keras.
2. Pajak In Natura (Contingenten)
dan sistem penyerahan wajb (Verplichte Leverantie) yang diterapkan pada zaman
VOC tetap dilanjutkan, bahkan diperberat.
3. Mengadakan Preanger Stelsel,
yaitu kewajiban bagi rakyat Priangan dan sekitarnya untuk menanam tanaman
ekspor (kopi).
e. Bidang Sosial
1. Rakyat dipaksa untuk melakukan
kerja rodi untuk membangun jalan Anyer – Panarukan.
2. Menghapus upacara penghormatan
kepada residen, sunan atau sultan.
3. Membuat jaringan pos distrik
dengan menggunakan kuda pos.
Louis
Bonaparte sebagai raja Belanda, akhirnya menarik kembali Daendels. Penarikan
Daendels ke Belanda disertai dengan pengangkatannya sebagai seorang Panglima
Perang yang kemudian dikerahkan ke medan Rusia.
D. MASA PENJAJAHAN INGGRIS DI INDONESIA (Masa Interegnum) 1811 –
1816
1. LATAR BELAKANG
Ketika akhirnya Inggris menyerbu Pulau Jawa,
Daendels sudah dipanggil kembali ke Eropa. Penggantinya, Gubernur Jendral
Jansen, tidak mampu menahan serangan musuh, sehingga terpaksa menyerah. Akhir
dari penjajahan Belanda – Perancis ini ditandai dengan Kapitulasi Tuntang, yang isinya sebagai berikut :
1. Seluruh Jawa dan sekitarnya
diserahkan kepada Inggris
2. Semua tentara Belanda menjadi
tawanan Inggris
3. Semua pegawai Belanda yang mau
bekerjasama dengan Inggris dapat memegang jabatannya terus.
4. Semua hutang Pemerintah Belanda
yang dulu, bukan menjadi tanggung jawab Inggris.
Kapitulasi Tuntang ini ditandatangani pada tanggal
18 – 9 – 1811, oleh S. Auchmuty
dari pihak Inggris dan Janssens
dari pihak Belanda. Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, raja muda Lord Minto yang berkedudukan di
India, mengangkat Thomas Stamford
Raffles sebagai Wakil Gubernur (Lieutenant Governor) di Jawa.
2. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN THOMAS STAMFORD
RAFFLES
a. Bidang Birokrasi Pemerintahan
Langkah-langkah
Raffles pada bidang pemerintahan sebagai berikut :
1. Pulau Jawa dibagi menjadi 16
keresidenan.
2. Sistem pemerintahan feodal oleh
Raffles dianggap dapat mematikan usaha-usaha rakyat.
3. Bupati-bupati atau
penguasa-penguasa pribumi dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung
di bawah kekuasaan pemerintah pusat.
b. Bidang Ekonomi dan Keuangan
1. Penghapusan pajak hasil bumi
(contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte Leverantie) yang sudah
diterapkan sejak zaman VOC. Kedua peraturan tersebut dianggap terlalu berat dan
dapat mengurangi daya beli rakyat.
2. Menetapkan Sistem Sewa Tanah
(Landrent).
3. Mengadakan monopoli garam dan
minuman keras.
c. Bidang Sosial
1. Penghapusan kerja rodi (kerja
paksa)
2. Penghapusan perbudakan.
3. Peniadaan Pynbank (disakiti)
yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan Harimau.
d. Bidang Ilmu Pengetahuan
Masa
pemerintahan Raffles di Indonesia memberikan banyak peninggalan yang berguna
bagi Ilmu Pengetahuan, seperti :
1. Ditulisnya buku berjudul History of Java.
2. Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi
3. Dirintisnya Kebun Raya Bogor
3. BERAKHIRNYA KEKUASAAN THOMAS STAMFORD
RAFLLES
Berakhirnya
pemerintahan Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of London, 1814.
Perjanjian tersebut ditandatangani di London oleh wakil-wakil Belanda dan
Inggris yang isinya sebagai berikut :
1. Indonesia dikembalikan kepada
Belanda
2. Jajahan Belanda seperti Sailan,
Kaap Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris
3. Cochin (di pantai Malabar)
diambil alih oleh Inggris dan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai
gantinya.
E. MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA (Nederlandsch Indie) (1816 –
1942)
1. Pemerintahan
Komisaris Jendral
Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris, yang
berkuasa di Indonesia adalah Pemerintahan Hindia Belanda. Pada mulanya
pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri dari tiga orang,
yaitu : Flout, Buyskess
dan Van Der Capellen.
Mereka berpangkat komisaris Jendral. Masa peralihan ini hanya berlangsung dari
tahun 1816 – 1819. Pada tahun 1819, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh
seorang Gubernur Jendral Van Der
Capellen (1816-1824)
Pada kurun waktu
1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus
berlangsung. Sementara itu kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin
memburuk. Oleh karena itulah usulan Van
Den Bosch untuk melaksanakan Cultuur Stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik, karena
dianggap dapat memberikan keuntungan
yang besar bagi negeri induk.
F. PENERAPAN SISTEM TANAM PAKSA (CULTUUR STELSEL) PADA TAHUN 1830
- 1870
a. Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
1. Di Eropa Belanda terlibat dalam
peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon, sehingga menghabiskan biaya
yang besar.
2. Terjadinya Perang kemerdekaan
Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
3. Terjadi Perang Diponegoro
(1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda.
Perang Diponegoro menghabiskan biaya kurang lebih 20.000.000 Gulden.
4. Kas negara Belanda kosong dan
hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.
5. Pemasukan uang dari penanaman
kopi tidak banyak.
6. Kegagalan usaha mempraktekkan
gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan untuk
memberikan keuntungan besar terhadap negeri induk.
b. Aturan-aturan Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan
pokok Sistem Tanam Paksa terdapat dalam Staatblad
(lembaran negara) tahun 1834, no. 22, beberapa tahun setelah Tanam Paksa
dijalankan di Pulau Jawa berbunyi :
1. Persetujuan-persetujuan akan
diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk
penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual dipasaran Eropa.
2. Tanah pertanian yang disediakan
penduduk, tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki
penduduk desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk
menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman
padi.
4. Tanah yang disediakan penduduk
tersebut bebas dari pajak tanah.
5. Hasil dari tanaman tersebut
diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; Jika harganya ditaksir melebihi
pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka kelebihan itu diberikan kepada
penduduk.
6. Kegagalan panen yang bukan
karena kesalahan petani, akan menjadi tanggungan pemerintah
7. Bagi yang tidak memiliki tanah,
akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
Ketentuan
ketentuan tersebut memang kelihatan tidak terlampau menekan rakyat. Dalam
prakteknya, sistem tanam paksa seringkali menyimpang, sehingga rakyat banyak
dirugikan, misalnya:
1.
Perjanjian
tersebut seharusnya dilakukan dengan suka rela akan tetapi dalam pelaksanaannya
dilakukan dengan cara-cara paksaan.
2.
Luas
tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali
tanah tersebut satu per tiga bahkan semua tanah desa digunakan untuk tanam
paksa.
3.
Pengerjaan
tanaman-tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi.
Sehingga tanah pertanian mereka sendiri terbengkelai.
4.
Pajak
tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
5.
Kelebihan
hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan kepada
petani.
6.
Kegagalan
panen menjadi tanggung jawab petani
7.
Buruh
yang seharusnya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga paksaan.
c. Akibat-akibat Tanam Paksa
Bagi
Belanda
1. Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan
dijual Belanda di pasaran Eropa
2. Perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis, pada
masa Tanam Paksa mendapat keuntungan besar
3. Pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta
Cina, kemudian juga dikembangkan oleh pengusaha Belanda karena keuntungannya
besar.
4. Belanda mendapatkan keuntungan (batiq slot) yang besar.
Bagi
Indonesia
Dampak
negatif :
1. Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan
2. Beban pajak yang berat
3. Pertanian utamanya padi banyak mengalami kegagalan panen
4. Kelaparan dan kematian terjadi dimana-mana.
5. Jumlah penduduk Indonesia menurun.
Dampak
positif :
1. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman
baru
2. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang
berorientasi ekspor.
Karena
reaksi-reaksi tersebut, secara berangsur-angsur pemerintah Belanda mulai mengurangi
pemerasan lewat Tanam Paksa dan menggantikannya dengan sistem politik ekonomi
liberal kolonial. Tonggak berakhirnya Tanam Paksa adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Agraria (Agrarische
Wet), 1870.
G. POLITIK
EKONOMI LIBERAL KOLONIAL SEJAK TAHUN 1870
1. LATAR BELAKANG
a.
Pelaksanaan
Sistem Tanam Paksa yang telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi namun
memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Kerajaan Belanda.
b.
Berkembangnya
faham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri
sehingga sistem Tanam Paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
c.
Kemenangan
Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya (Indonesia).
d.
AdanyaTraktat
Sumatera, 1871, yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan
wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda menerapkan
sistem ekonomi liberal di Indonesia, agar pengusaha Inggris dapat menanamkan
modalnya di Indonesia.
Pelaksanaan politik ekonomi
liberal ini dilandasi dengan beberapa peraturan diantaranya sebagai berikut :
1. Indische Comptabiliteit Wet, 1867.
2. Suiker Wet
3. Agrarische Wet
(Undang-undang Agraria),1870.
4. Agrarische Besluit, 1870.
2.PELAKSANAAN
SISTEM POLITIK EKONOMI LIBERAL
Sejak
tahun 1870 di Indonesia diterapkan Imperialisme Modern (Modern Imperialism).
sejak tahun tersebut di Indonesia telah diterapkan Opendeur Politiek yaitu politik pintu terbuka terhadap
modal-modal swasta asing. Disamping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta
asing lain juga masuk ke Indonesia, seperti modal dari Inggris, Amerika, Jepang
dan Belgia. Modal-modal swasta asing tersebut tertanam pada sektor-sektor
pertanian dan pertambangan, seperti karet, teh, kopi, tembakau, tebu, timah dan
minyak. Sehingga perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat
pesat.
3. AKIBAT SISTEM POLITIK LIBERAL KOLONIAL
Ø
Bagi
Belanda :
1. Memberikan keuntungan yang
sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.
2. Hasil-hasil produksi perkebunan
dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda. Pada tahun 1870 luas tanah di
pulau Jawa yang ditanami tebu seluas 54.176 bahu, maka dalam tahun 1900
meningkat menjadi 128.301 bahu.
3. Negeri Belanda menjadi pusat
perdagangan hasil dari tanah jajahan.
Ø
Bagi
rakyat Indonesia :
- Kemerosotan tingkat
kesejahteraan penduduk
- Adanya krisis perkebunan
pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula membawa akibat buruk
bagi penduduk. Uang sewa tanah dan upah pekerja menurun.
- Menurunnya konsumsi bahan
makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat
cukup pesat.
- Menurunnya usaha kerajinan
rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barang-barang impor dari Eropa.
- Pengangkutan dengan
gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan
kereta api.
- Rakyat menderita karena
masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang
melanggar peraturan Poenale Sanctie.
H. POLITIK ETIS
1. Latar
Belakang
a. Pelaksanaan sistem tanam paksa yang mendatangkan keuntungan
berlimpah bagi Belanda, namun menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia.
b. Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan sistem
ekonomi liberal tidak mengubah nasib buruk rakyat pribumi.
c. Upaya Belanda untuk memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan
dengan cara penekanan dan penindasan terhadap rakyat.
d. Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (Kaum Etisi)
seperti Van
Kol, Van
Deventer, Brooschooft, De Waal, Baron van Hoevell, Van den Berg, Van De Dem dan lain-lain.
Tokoh tersebut memperjuangkan agar pemerintah
Belanda meningkatkan kesejahteraan moril dan materiil kaum pribumi, menerapkan
desentralisasi dan efisiensi. Perjuangan mereka kemudian dikenal sebagai
Politik Etis.
2. Pelaksanaan Politik etis
Pada periode 1900 -1925 banyak kemajuan dan
perubahan dicapai. Bangunan-bangunan besar didirikan, semua itu merupakan
keharusan dalam kemajuan yang tidak dapat dielakkan. Perubahan-perubahan
tersebut sebagai berikut :
a. Desentralisasi Pemerintahan
Sebelum
tahun 1900 pemerintahan di Indonesia dilakukan secara sentralisasi. Sejak tahun
1854 dikeluarkan peraturan yang memberikan hak kepada parlemen untuk mengawasi
jalannya pemerintahan Hindia-Belanda.
b. Irigasi
Sarana
yang sangat vital bagi pertanian adalah sarana irigasi (pengairan). Pada tahun
1885 pemerintah telah membangun secara besar-besaran bangunan irigasi di
Brantas dan Demak seluas 96.000 bau. Pada tahun 1908 berkembang menjadi 173.000
bau.
c. Emigrasi (Transmigrasi)
Dalam abad ke-19 terjadi
migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, berhubung dengan perluasan
tanaman tebu.
d. Edukasi
Pemerintah kolonial Belanda
membentuk dua macam sekolah untuk rakyat pribumi, yaitu Sekolah kelas I (angka
satu) untuk anak-anak pegawai negeri dan orang berkedudukan. Dan sekolah kelas
II (angka dua) untuk kepada anak-anak pribumi pada umumnya.
3. Kegagalan Politik Etis Dan Politik Asosiasi
Kegagalan
pelaksanaan politik Etis tersebut nampak dalam :
1. Sejak pelaksanaan sistem
ekonomi liberal Belanda mendapatkan keuntungan yang besar, sedangkan tingkat
kesejahteraan rakyat pribumi tetap rendah.
2. Hanya sebagian kecil kaum
pribumi yang memperoleh keuntungan dan kedudukan yang baik dalam masyarakat
kolonial, yaitu golongan pegawai negeri.
3. Pegawai negeri dari golongan
pribumi hanya digunakan sebagai alat saja, sehingga dominasi bangsa Belanda
tetap sangat besar.
0 comments:
Post a Comment