Blogroll

Akrab Senada, adalah Aktif dan rajin belajar sejarah nasional dan dunia. merupakan kumpulan pemikiran, program, dan materi pelajaran dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar Sejarah khususnya tingkat SMA.

Umroh

Masjid Nabawi, Saat melaksanakan umroh tahun 2010 sebagai wujud rasa syukur atas rizki yang kami terima .

Presentasi Pendampingan implementasi Kurikulum 2013

Saat mempresentasikan Kurikulum 2013 dalam acara pendampingan implementasi Kurtilas.

IN 2014

Ketika mengikuti pelatihan Instruktur guru sejarah tingkat nasional di Cianjur tanggal 9 - 15 Juni 2014.

TTS Interaktif

Menggunakan Teka Teki Sejarah Interaktif sebagai media pembelajaran.

Bersama Sejarawan Nasional, Anhar Gonggong

Memperingati Hari Sejarah Nasional

Saturday, April 26, 2014

Kuis Akrab Senada 7

Thursday, April 24, 2014

Sejarah Kerajaan Islam Malaka, ppt.

Sunday, April 20, 2014

Thursday, April 3, 2014

Wednesday, April 2, 2014

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
1. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai dalam sejarah Indonesia tercatat sebagai kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Raja pertama dan pendiri kerajaan Samudera Pasai ini adalah Sultan Malik Al-Saleh (1290-1297). Kerajaan Samudera Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhok Seumawe sekarang (pantai timur Aceh), berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pada tahun 1297 M, Sultan Malik Al-Saleh wafat, kemudian kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh putranya yang bernama Sultan Malik al-Tahir(1297-1326). Setelah Sultan Malik al-Tahir wafat pada tahun 1326, kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh putranya, bernama SultanMalik al-Zahir.Mengenai pribadi sultan ini, Ibnu Batutah (pengembara dari Maroko) yang pernah singgah di Samudera Pasai pada tahun 1345 dan 1346 mengatakan bahwa Sultan Malik al-Zahir adalah seorang sultan yang taat pada agama dan menganut ma hab Syafi i. Pada masa pemerintahan Malik al-Zahir terdapat orang Persia yang menjadi pejabat istana.
Pada tahun 1348, Sultan Malik al-Zahir wafat, kemudian takhta kerajaan dipegang oleh Zainal Abidin. Pada masa Zainal Abidin inilah, Majapahit berhasil menguasai Samudera Pasai. Dengan demikian, Samudera Pasai berada di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Majapahit mengalami kehancuran, Samudera Pasai tegak kembali. Keberadaan Samudera Pasai sampai tahun 1405 masih terdengar diberitakan olehMohammad Cheng Hopemimpin armada Cina, yang beragama Islam, dan sempat singgah di Samudera Pasai.
Setelah Zainal Abidin, kerajaan ini tidak terdengar lagi karena telah tergeser oleh Kerajaan Malaka. Perekonomian masyarakat Samudera Pasai tergantung dari perdagangan. Posisinya yang berada di jalur perdagangan internasional dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk kemajuan ekonomi rakyatnya. Menurut beberapa sumber sejarah, diketahui bahwa banyak pedagang dari berbagai negara berlabuh di Pelabuhan Pasai. Kerajaan ini berusaha menyiapkan bandar-bandar yangdapat digunakan untuk menambah bahan perbekalan, mengurus perkapalan, mengumpulkan dan menyimpan barang dagangan, baik yang akan dikirim ke luar negeri maupun yang disebarkan di dalam negeri.
Keadaan masyarakat Samudera Pasai pada saat itu, diketahui dari catatan perjalananMarcopolodan Ibn Batutah. Menurut catatan perjalanan mereka, masyarakat Pasai adalah masyarakat pedagang yang beragama Islam terutama mereka yang tinggal di pesisir pantai timur Sumatra. Menurut catatan mereka ini juga diketahui bahwa kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat penyebaran agama Islam ke kawasan sekitarnya di Sumatra dan Malaka. Orang-orang Pasai yang telah memeluk Islam menjadi golongan yang berperan dalam menyebarkan Islam, selain golongan pedagang dan ulama setempat.
Kehidupan sosial masyarakat Samudera Pasai, diatur menurut aturanaturan dan hukum-hukum Islam yang mempunyai kesamaan dengan daerah Arab, sehingga daerah kerajaan Samudera Pasai mendapat julukan daerah Serambi Mekkah.
Berikut ini urutan raja-raja yang memerintah di Samudera Pasai, yaitu sebagai berikut.
1. Sultan Malik al-Saleh;
2. Sultan Malikul Zahir;
3. Sultan Muhammad;
4. Sultan Ahmad Malikul Zahir (Sultan al-Malik Jamaluddin);
5. Sultan Zainal Abidin;
6. Sultan Bahiah.

2. Kerajaan Malaka
Kerajaan Malaka sekarang termasuk wilayah negara Malaysia, tetapi karena Malaka memainkan peranan penting dalam pertumbuhan kerajaankerajaan Islam di Indonesia maka kerajaan Malaka perlu dibahas dalam sejarah Islam di Indonesia.
Pertumbuhan Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh ramainya perdagangan internasional Samudera Hindia. Pelabuhan Malaka sebelumnya tidak memiliki kekuasaan politik, kecuali sebagai tempat persinggahan para pedagang dari berbagai bangsa, terutama pedagang yang beragama Islam.
Tidak diketahui dengan pasti bagaimana awal berdirinya Kerajaan Malaka ini. Menurut beberapa versi, kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran Wilayah kekuasaan kerajaan Malaka dari Palembang bernama Parameswarayang lari ke Malaka ketika terjadi serangan dari Majapahit. Ia mendirikan kerajaan Malaka sekitar tahun 1400.
Pada mulanya, Parameswara adalah seorang raja yang beragama Hindu. Setelah memeluk Islam, dia mengganti namanya dengan nama Islam, Muhammad Syah(1400-1414) . Raja pertama ini kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Syah (1414-1424). Selanjutnya raja-raja yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Muzaffar Syah (1424-1444), Sultan Mansur Syah(1444-1477), dan Sultan Mahmud Syah(1477-1511).
Kerajaan Malaka memiliki peran yang sangat besar di bidang perdagangan. Perdagangan menjadi sumber utama penghasilan Kerajaan Malaka. Terdapat beberapa ciri mengenai perdagangan di Malaka.
1) Raja dan pejabat tinggi kerajaan terlibat dalam kegiatan dagang. Mereka memiliki kapal, nakhoda, dan awak kapal yang bekerja kepadanya. Selain itu, mereka juga menanamkan modalnya kepada perusahaan pelayaran.
2) Pajak bea cukai yang dikenakan terhadap setiap barang dibedakan atas asal barang. Barang yang berasal dari Asia Barat, seperti India, Persia, Arab, dan lain-lain, dikenakan bea sebesar 6%. Sedangkan barangbarang dari Asia Timur, termasuk pedagang dari kepulauan Nusantara tidak dikenakan bea cukai, namun mereka harus memberikan upeti kepada raja dan para pembesar pelabuhan.
3) Perdagangan dijalankan dalam dua jenis. Pertama, pedagang memasukkan modal dalam bentuk barang dagangan yang diangkut dengan kapal untuk dijual ke negeri lain. Kedua, pedagang menitipkan barang atau meminjamkan uang kepada nakhoda yang akan membagi keuntungannya dengan pedagang pemberi modal.
4) Kerajaan mengeluarkan berbagai undang-undang yang mengatur perdagangan di Kerajaan Malaka, agar perdagangan berjalan lancar.
Kerajaan ini mengalami keruntuhan setelah Malaka dikuasai oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque,pada tahun 1511. Dengan demikian, kekuasaan politik Kerajaan Malaka hanya berlangsung kurang lebih satu abad.
3. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri dan muncul sebagai kekuatan baru di Selat Malaka, pada abad ke-16 setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Para pedagang Islam tidak mengakui kekuasaan Portugis di Malaka dan segera memindahkan jalur perniagaan ke bandar-bandar lainnya di seluruh Nusantara. Peran Malaka sebagai pusat perdagangan internasional digantikan oleh Aceh selama beberapa abad. Di Selat Malaka, Kerajaan Aceh bersaing dengan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaysia.
Kerajaan Aceh didirikan oleh Ali Mughayat Syah, adalah pendiri Kerajaan Aceh dan sekaligus sebagai raja pertamanya. Pada tahun 1514 - 1528 ia mulai bertakhta. Letak Kerajaan Aceh di Kutaraja (Banda Aceh sekarang). Pada tahun 1520, Kerajaan Aceh berhasil menguasai Daerah Pasai, Deli, dan Aru. Penguasaan terhadap daerah-daerah tersebut menyebabkan Aceh dapat mengontrol daerah penghasil lada dan emas. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda(1607  1636), Kerajaan
Aceh mencapai puncak kejayaan. Wilayah kekuasaan Aceh pada saat itu meliputi Semenanjung Malaya dan sebagian Sumatra, kecuali Palembang dan Lampung yang dipengaruhi Banten. Perdagangan di Selat Malaka berkembang pesat dan Aceh memiliki hegemoni atas Selat Malaka, walaupun pelabuhan Malaka gagal dikuasai. Pelabuhan Aceh dibuka luas menjadi suatu bandar transito yang dapat menghubungkan perdagangan Islam di dunia Barat. Pada masa Sultan Iskandar Muda ini juga dibangun masjid besar Aceh yang berdiri hingga saat ini yaitu Masjid Baiturrahman.
Secara ekonomi masyarakat Aceh mengalami perkembangan secara pesat. Hal ini disebabkan daerahnya yang subur. Kesuburan tersebut ditandai dengan dihasilkannya barang-barang ekspor lainnya seperti beras, timah, emas, perak, dan rempah-rempah di pelabuhan Aceh. Pada masa Iskandar Muda, ia berusaha mengembangkan tanaman lada sebagai komoditas dagang utama. Agar harga lada di Aceh tetap tinggi, kebun-kebun di Kedah dibabat habis, sedangkan kebun lada di Aceh terus dipelihara. Dengan cara ini, pedagang-pedagang dari Barat hanya bisa membeli lada dari Aceh. Dengan monopoli ini, Aceh memperoleh keuntungan yang besar.
Kerajaan Aceh memiliki hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan lain, baik dari Barat maupun dari Timur. Pertukaran diplomat dan kerja sama ekonomi dengan Turki telah terbina sejak tahun 1582. Menurut Hikayat Aceh, Kerajaan Aceh telah mengadakan perjanjian politik dan dagang dengan Kamboja, Champa, Chiangmai, Lamer, Pashula, dan Cina. Selain itu, Aceh juga memiliki hubungan diplomatik dengan Prancis, Inggris, dan Belanda.
Kerajaan Aceh mengalami kemunduran sepeninggal Sultan Iskandar Muda, pada tahun 1636. Penggantinya Sultan Iskandar Thani (1637-1641), melakukan perluasan wilayah seperti yang dilakukan oleh sultan-sultan sebelumnya. Setelah itu, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh. Faktor lainnya yaitu perselisihan yang terus terjadi antara golongan Teuku dangolongan Tengku.Teuku adalah golongan bangsawan, sedangkan Tengku adalah pemuka agama. Kerajaan Aceh bertahan selama empat abad, sampai Belanda mengalahkannya dalam Perang Aceh (1873-1912).
4. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam yang pertama di Pulau Jawa. Kerajaan Demak berdiri sekitar abad ke-15 M. Pendiri kerajaan ini adalah Raden Patah,seorang putra Raja Majapahit Kertawijaya yang menikah dengan putri Campa. Secara geografis Demak terletak di Jawa Tengah.
Pada masa Kerajaan Majapahit, Demak merupakan salah satu wilayah kekuasaannya. Ketika Kerajaan Majapahit mengalami kehancuran akibat perang saudara tahun 1478, Demak bangkit menjadi kerajaan Islam yang pertama di Pulau Jawa. Candrasangkala pada Masjid Demak menyatakan bahwa tahun 1403 Saka (1481) sebagai tarikh berdirinya Kerajaan Demak.
Kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan besar, di bawah kepemimpinan Raden Patah (1481-1518). Negeri-negeri di pantai utara Jawa yang sudah menganut Islam mengakui kedaulatan Demak. Bahkan Kekuasaan Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi. Pada tahun 1512 dan 1513, di bawah pimpinan putranya yang bernama Adipati Unus,Demak dengan kekuatan 90 buah jung dan 12.000 tentara berusaha membebaskan Malaka dari kekuasaan Portugis dan menguasai perdagangan di Selat Malaka. Karena pernah menyerang ke Malaka Adipati Unus diberi gelarPangeran Sabrang Lor(Pangeran yang pernah menyeberang ke utara).
Kerajaan Demak dianggap sebagai pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Ajaran Islam berkembang dengan pesat karena didukung oleh peranan Walisongo. Demak banyak melahirkan wali, seperti Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Murya. Peranan sunan-sunan yang berasal dari Demak ini sangat besar dalam penyebaran Islam di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada masa pemerintahan Raden Patah, ia didampingi oleh Sunan Kalijaga yang sangat berjasa dalam pembangunan Masjid Demak, yang gaya arsitekturnya merupakan perpaduan antara gaya Jawa (Hindu) dengan gaya Islam. Kehidupan sosial masyarakat Demak sudah mendapat pengaruh Islam, dengan digunakannya hukum-hukum yang berlaku dalam ajaran Islam dalam kehidupan sosial.
Perekonomian Demak berkembang ke arah perdagangan maritim dan agraria. Ambisi Kerajaan Demak menjadi negara maritim diwujudkan dengan upayanya merebut Malaka dari tangan Portugis, namun upaya ini ternyata tidak berhasil. Perdagangan antara Demak dengan pelabuhan-pelabuhan lain di Nusantara cukup ramai, Demak berfungsi sebagai pelabuhan transito (penghubung) daerah penghasil rempah-rempah dan memiliki sumber penghasilan pertanian yang cukup besar.
Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518 M, Kerajaan Demak dipimpin oleh Adipati Unus (1518-1521). Ia menjadi Sultan Demak selama tiga tahun. Kemudian ia digantikan oleh adiknya yang bernama Sultan Trenggana(1521-1546) melalui perebutan takhta denganPangeran Sekar Sedo Lepen.Untuk memperluas daerah kekuasaannya, Sultan Trenggana menikahkan putra-putrinya, antara lain dinikahkan dengan Pangeran Hadiri dari Kalinyamat (Jepara) dan Pangeran Adiwijayadari Pajang. Sultan Trenggana berhasil meluaskan kekuasaannya ke daerah pedalaman. Ia berhasil menaklukkan Daha (Kediri), Madiun, dan Pasuruan. Pada saat melancarkan ekspedisi melawan Panarukan, Sultan Trenggana terbunuh. Pada masa Sultan Trenggana, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak sangat luas meliputi Banten, Jayakarta, Cirebon (Jawa Barat), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.
Wafatnya Sultan Trenggana (1546) menyebabkan kemunduran Kerajaan Demak. Terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Prawato(putra Sultan Trenggana) dengan Aria Panangsang (keturunan Sekar Sedo Lepen (adik Sultan Trenggana)). Dalam perebutan kekuasaan itu, Aria Panangsang membunuh Pangeran Prawoto dan putranya, Pangeran Hadiri. Ratu Kalinyamat dan Aria Pangiri memohon bantuan kepada Adiwijaya di Pajang. Dalam pertempuran itu, Adiwijaya berhasil membunuh Aria Panangsang. Setelah itu, Adiwijaya memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1568. Peristiwa ini menjadi akhir dari Kerajaan Demak.
5. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Sultan Adiwijayapada tahun 1568,tidak berumur panjang. Kerajaan Pajang terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur. Setelah berhasil menaklukkan penguasa-penguasa lokal di Jawa Timur Raja Pajang memberikan hadiah kepada dua orang yang berjasa dalam penaklukan-penaklukannya, yaitu Ki Ageng Pamanahan danKi Ageng Panjawi. Ki Ageng Pamanahan yang telah berjasa dalam pertempuran melawan Aria Panangsang, diberi kekuasaan di Mataram, sedangkan Ki Ageng Panjawi diberi kekuasaan di Pati.
Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan (1584), putranya yang bernama Panembahan Senopati Ing Alaga(Sutawijaya), menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Mataram dan sekaligus diangkat sebagai panglima tentara Pajang.
Setelah Sultan Adiwijaya meninggal tahun 1582, takhta Pajang direbut Aria Pangiri(menantu Adiwijaya). Putra Adiwijaya yang bernama Pangeran Banowomeminta bantuan kepada Adipati Mataram, Panembahan Senopati, untuk merebut takhta kerajaan. Aria Pangiri kalah dan melarikan diri ke Banten, sementara Pangeran Banowo menyerahkan takhta kerajaan kepada Panembahan Senopati. Berakhirlah Kerajaan Pajang dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Mataram.
6. Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati Ing Alaga (Sutawijaya) (1584-1601), pada sekitar abad ke-16. Pusat kerajaan terletak di Yogyakarta. Ia mempunyai cita-cita untuk mempersatukan Jawa ke dalam pengaruh kekuasaannya. Untuk itu, ia melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Demak, Madiun, Kediri, Ponorogo, Tuban, dan Pasuruan. Tetapi cita-citanya itu mendapat rintangan dari daerah lainnya dan Surabaya tidak dapat ditaklukkan. Para pelaut Belanda melaporkan tentang ekspedisi Mataram melawan Banten sekitar tahun 1597 yang mengalami kegagalan.
Senopati meninggal tahun 1601, dan dimakamkan di Kota Gede. Ia digantikan oleh putranya bernama Mas Jolangterkenal dengan nama Panembahan Seda Ing Krapyak(1601-1613). Pada tahun 1602, Pangeran Puger, saudara sepupu raja yang telah diangkat sebagai penguasa Demak melakukan pemberontakan. Pada tahun 1602, Krapyak dipaksa mundur, namun sekitar 1605 Pangeran Puger berhasil dikalahkannya. Pada masa Krapyak ini, Mataram mengadakan kontak pertamanya dengan VOC. Pada tahun 1613 dia mengirim duta kepada Gubernur Jenderal Pieter Both di Maluku untuk mengadakan persekutuan. Kemungkinan Krapyak beranggapan bahwa dia dan VOC sama-sama memusuhi Surabaya.
Setelah Krapyak meninggal, takhta kerajaan diserahkan kepada anaknya yang bernama Raden Rangsangyang terkenal dengan gelar Sultan Agung (1613-1645). Dialah raja Mataram terbesar dalam sejarah. Seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura mengakui kedaulatan Mataram. Pada tahun 1625, ia berhasil menaklukkan Surabaya yang sukar dikalahkan. Di Jawa Barat, kekuasaan Mataram tertanam di Cirebon, Sumedang, dan Ukur (Bandung sekarang). Cita-citanya untuk mempersatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaannya tidak berhasil. Banten yang merupakan saingan utamanya tidak berhasil dikuasai.
Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, Mataram mengalami kejayaan dalam berbagai bidang di antaranya dalam bidang perekonomian. Mataram adalah sebuah negara agraris yang mengutamakan mata pencahariannya dalam bidang pertanian. Kehidupan masyarakatnya berkembang dengan pesat yang didukung oleh hasil bumi yang berupa beras (padi). Di bidang kebudayaan Sultan Agung berhasil membuat Kalender Jawa, yang merupakan perpaduan tahun Saka dengan tahun Hijriyah. Dalam bidang seni sastra, Sultan Agung mengarang kitab sastra gending yang berupa kitab filsafat. Sultan Agung juga menciptakan tradisi Syahadatain(dua kalimah syahadat) atau Sekaten, yang sampai sekarang tetap diadakan di Yogyakarta dan Cirebon setiap tahun.
Tumbuhnya kerajaan Mataram yang bersifat agraris bersamaan dengan tumbuhnya susunan masyarakat feodal. Susunan masyarakat feodal Mataram dibedakan antara penguasa dengan yang dikuasai dan antara pemilik tanah dengan penggarap. Ketika kekuasaan Mataram dibagi-bagi oleh pemerintah kolonial Belanda, sistem feodalisme Mataram tetap dipertahankan. Puncak hierarki masyarakat feodal berada di tangan raja. Untuk melambangkan status kebesaran raja dapat dilihat dari bangunan keratonnya. Sultan Agung membangun Keraton Mataram di Karta dan Sitinggil (Yogyakarta) pada tahun 1614 dan 1625 yang dilengkapi dengan alun-alun, tembok keliling, pepohonan, masjid besar, dan kolam.
Sementara itu, VOC berhasil menduduki Batavia. Sultan Agung berusaha melakukan serangan ke Batavia (markas VOC) pada tahun 1628 dan 1629 dengan tujuan untuk mengusir Belanda dari Batavia, tetapi serangan itu mengalami kegagalan. Serangannya yang pertama pada tahun 1628, membuat beberapa kali benteng VOC terancam jatuh, namun upaya ini belum berhasil, pihak Jawa menderita kerugian besar. Pada tahun 1629, Sultan Agung mencoba lagi melakukan serangan kedua. Serangan ini pun ternyata mengalami kegagalan pasukan-pasukan Mataram mulai bergerak pada akhir Mei, tetapi pada bulan Juli kapal-kapal VOC berhasil menemukan dan menghancurkan gudang-gudang beras dan perahu-perahu di Tegal dan Cirebon yang disiapkan untuk tentara Sultan Agung. Penyerangan terhadap Batavia hanya bertahan selama beberapa minggu, pihak Sultan Agung banyak mengalami penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kelaparan.
Pada tahun 1645, Sultan Agung wafat dan dimakamkan di situs pemakaman di puncak bukit tertinggi di Imogiri, yang ia buat sebelumnya. Kerajaan Mataram kemudian dipimpin oleh putranya, Amangkurat I (1647-1677). Pada masa pemerintahannya, Mataram mengalami kemunduran karena masuknya pengaruh Belanda. Amangkurat I dan pengganti-pengganti selanjutnya bekerja sama dengan VOC dan penguasa Belanda. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menguasai tanah Jawa yang subur.
Belanda berhasil memecah belah Mataram. Pada tahun 1755 dilakukan Perjanjian Giyanti,yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua wilayah kerajaan, yaitu:
1) Daerah kesultanan Yogyakarta yang dikenal dengan nama Ngayogyakarta Hadiningratdipimpin oleh Mangkubumisebagai rajanya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I.
2) Daerah Kasunanan Surakarta, dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwono.
Campur tangan Belanda mengakibatkan kerajaan Mataram terbagi menjadi beberapa bagian, sehingga pada tahun 1813 terdapat empat keluarga raja yang masing-masing memiliki wilayah kekuasaan, yaitu:Kerajaan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Pakualaman,dan Mangkunegaran.
7. Kerajaan Banten
Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah,seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan. Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat.
Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui. Setelah Pajajaran ditaklukkan, konon kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad(1580-1596). Pada akhir kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang bernama Pangeran Ratunaik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang kekuasaan Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.
8. Kerajaan Cirebon
Pada masa kekuasaan Kerajaan Pajajaran sekitar abad ke-16 M, Cirebon merupakan salah satu daerah kekuasaannya. Selanjutnya Cirebon berada di bawah pengaruh Kesultanan Demak. Menurut cerita di Jawa Barat, pendiri kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati yang juga sebagai salah seorang walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat. Nama Sunan Gunung Jati juga sering dikaitkan dengan berdirinya Jayakarta atau Jakarta yang semula bernama Sunda Kelapa.
Menurut cerita di Banten, Sunan Gunung Jati adalah Faletehan yang berkeinginan untuk menyebarkan Islam di kota-kota penting Pajajaran. Akan tetapi, sumber-sumber sejarah Cirebon mencatat bahwa Sunan Gunung Jati Wilayah Kerajaan Cirebon dan Faletehan atau Fatahillah adalah dua orang yang berbeda. Menurut sumber tersebut Faletehan adalah menantu Sunan Gunung Jati yang menikahi anaknya Nyai Ratu Ayu.Faletehan kemudian menjadi Raja Cirebon setelah mertuanya wafat tahun 1570. Pada masa pemerintahan Fatahillah, Kesultanan Cirebon berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke Majalengka, Kuningan, Kawali, Banten, dan daerah lainnya di Jawa Barat. Pada tahun 1570, Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di Gunung Jati Cirebon Jawa Barat.
9. Kerajaan Makasar (Goa dan Tallo)
Makassar tumbuh menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini disebabkan letak Makassar yang strategis dan menjadi bandar penghubung antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Lemahnya pengaruh Hindu-Buddha di kawasan ini menyebabkan nilai-nilai kebudayaan Islam yang dianut oleh masyarakat di Sulawesi Selatan menjadi ciri yang cukup menonjol dalam aspek kebudayaannya. Kerajaan Makassar mengembangkan kebudayaan yang didasarkan atas nilai-nilai Islam dan tradisi dagang. Berbeda dengan kebudayaan Mataram yang bersifat agraris, masyarakat Sulawesi Selatan memiliki tradisi merantau. Keterampilan membuat perahu phinisimerupakan salah satu aspek dari kebudayaan berlayar yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi Selatan.
Islam masuk ke daerah Makassar melalui pengaruh Kesultanan Ternate yang giat memperkenalkan Islam di sana. Raja Gowa yang bernama Karaeng Tunigalloselanjutnya masuk Islam setelah menerima dakwah dari Dato Ri Bandang. Selanjutnya Karaeng Tunigallo memakai gelar Sultan Alaudin Awwalul-Islam(1605-1638).
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1660), Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya. Ia berhasil membangun Makassar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan di wilayah Indonesia Bagian Timur. Pada masa Hasanuddin terjadi peristiwa yang sangat penting. Persaingan antara Goa-Tallo (Makassar) dengan Bone yang berlangsung cukup lama diakhiri dengan keterlibatan Belanda dalam Perang Makassar (1660-1669). Perang ini juga disulut oleh perilaku orang-orang Belanda yang menghalang-halangi pelaut Makassar membeli rempah-rempah dari Maluku dan mencoba ingin memonopoli perdagangan.
Keberaniannya melawan Belanda membuat Sultan Hasanuddin dijuluki “Ayam Jantan dari Timuroleh orang-orang Belanda sendiri. Dalam perang ini Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi Belanda untuk menguasai Makassar. Dengan terpaksa, Makassar harus menyetujui Perjanjian Bongaya (1667) yang isinya sesuai dengan keinginan Belanda, yaitu:
1) Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar;
2) Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar;
3) Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah diluar Makassar;
4) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Walaupun perjanjian sudah ditandatangani, tetapi Sultan Hasanuddin tetap berjuang melawan Belanda. Setelah Benteng Sombaopujatuh ke tangan Belanda, Sultan Hasanuddin turun takhta. Kekuasaannya diserahkan kepada putranya,Mappasomba.

10. Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam yang terletak di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga Kesultanan Banjarmasin. Kata Banjarmasin merupakan paduan dari dua kata, yaitu bandar dan masih. Nama Bandar Masih diambil dari nama Patih Masih, seorang perdana menteri Kerajaan Banjar yang cakap dan berwibawa.
Sebelum menjadi kerajaan Islam, Kerajaan Banjar telah diperintah oleh tujuh orang raja. Raja pertama ialah Pangeran Surianata(1438-1460) dan raja terakhir ialah Pangeran Tumenggung(1588-1595). Selama Pangeran Tumenggung memerintah, situasi politik di Kerajaan Banjar berada dalam keadaan rawan dan roda pemerintahan tidak dapat berjalan dengan baik. Pusat pemerintahan lalu dipindahkan dari Daha ke Danau Pagang, dekat Amuntai. Pangeran Samudera yang berada di pengasingan secara diam-diam menyusun kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Tumenggung.
Akibatnya, pada tahun 1595 terjadi perang saudara yang berakhir dengan kemenangan di pihak Pangeran Samudera. Keberhasilan Pangeran Samudera tidak terlepas dari dukungan umat Islam di wilayah Banjar serta dukungan Patih Masih dengan prajurit Kerajaan Demak. Setelah masuk Islam, Pangeran Samudera berganti nama menjadi Pangeran Suriansyah. Kemudian ia memindahkan pusat pemerintahan ke suatu tempat yang diberi nama Bandar Masih, sekarang Banjarmasin. Peristiwa ini tercatat sebagai awal berdirinya Kerajaan Banjar yang bercorak Islam dan masa kebangkitan orang-orang Islam di Kalimantan. Perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Banjar juga terjadi pada masa pemerintahan sultan-sultan berikutnya. Pada akhir masa pemerintahan Sultan Hidayatullah(1650), pusat pemerintahan dipindahkan ke Batang Mangapan, yang sekarang bernama Muara Tambangan, dekat Martapura.
Pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah(1745-1778) pusat pemerintahan dipindahkan ke Martapura pada tahun 1766, pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman(1808-1825) dipindahkan ke Karang Intan, dan pada pemerintahan Sultan Adam al-Wasi’ Billah(1825-1857) dipindahkan kembali ke Martapura. Islam yang telah dianut oleh tokoh dan pembesar-pembesar kesultanan ini, berkembang terus di Kalimantan. Hal ini dimungkinkan karena mereka memberi perhatian dan dukungan yang besar terhadap perkembangannya, antara lain adanya usaha Sultan Tahlillullah(memerintah 1700-1745) untuk mengembangkan dakwah Islam di sana.
Sultan terakhir yang memerintah Kesultanan Banjar ialah Pangeran Tamjidillah(1857-1859). Pengangkatan Pangeran Tamjidillah sebagai sultan oleh Belanda mendapat tantangan dari masyarakat, sehingga menimbulkan pergolakan. Karena tidak dapat memenuhi keinginan Belanda, ia diturunkan dari takhta. Pada tanggal 11 Juni 1860, Belanda menghapuskan kesultanan.Meskipun demikian, peperangan terus berkobar.
11. Kerajaan Ternate dan Tidore
Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan. Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut Maluku Kie Raha(Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpinSultan Zainal Abidin (1486-1500),Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailoloyang dipimpin oleh Sultan Sarajati, dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera.
Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masaSultan Baabullah,sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masaSultan Nuku.
Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima(persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate mencapai  aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa(persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai  aman keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.


Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i,Siak Sri Indrapura yang didirikan olehSultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.


Sumber :


BUKTI-BUKTI AWAL PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

BUKTI-BUKTI AWAL PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
Proses penyebaran Islam di Indonesia datangnya bersamaan dengan kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh para pedagang muslim dari Asia Barat dan Asia Selatan menuju Asia Timur. Para pedagang muslim itu antara lain datang dari Arab, Persia, dan Gujarat. Karena letak Indonesia yang sangat strategis dalam jalur perdagangan internasional, menyebabkan para pedagang itu singgah sementara di Indonesia. Awalnya singgah sebentar, lama-kelamaan ada juga yang tinggal menetap dan berdirilah pemukiman-pemukiman muslim di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Dari sinilah timbul kontak dan sosialisasi dengan penduduk pribumi, sehingga mulailah proses penyebaran Islam.
Daerah di Indonesia yang pertama mendapat pengaruh Islam adalah daerah Indonesia bagian Barat. Daerah ini merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga pengaruh dapat dengan cepat tumbuh di sana. Daerah pesisir itu nantinya menumbuhkan pusat-pusat kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Pidie, Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin, Goa Makassar, Gresik, Tuban, Cirebon, Ternate dan Tidore sebagai pusat kerajaan Islam yang berada disekitar pesisir. Kota-kota pelabuhan seperti Jepara, Tuban, Gresik, Sedayu adalah kota-kota Islam di Pulau Jawa. Di Jawa Barat telah tumbuh kota-kota Islam seperti Cirebon, Jayakarta, dan Banten.
Bukti-bukti awal proses penyebaran agama Islam dapat kita temukan dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk tulisan, catatan perjalanan dari bangsa asing, maupun bukti-bukti fisik berupa batu nisan. Beberapa berita dari bangsa asing yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia antara lain:
1. Hikayat Dinasti Tangdi Cina. Hikayat ini mencatat, terdapat orangorangTa Shihyang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho Ling yang diperintah oleh Ratu Sima(675 M) Ta Shih ditafsirkan oleh para ahli yaitu bangsa Arab.Berdasarkan hikayat ini dapat disimpulkan bahwa Islam datang ke Indonesia bukan pada abad ke-12 M, melainkan pada abad ke-7 M dan berasal dari Arab langsung, bukan dari Gujarat India.
2. ‘Aja’ib Al  Hind , yaitu sebuah kitab yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyarsekitar tahun 390 H/1000 M berbahasa Persia. Mencatat adanya kunjungan pedagang muslim ke kerajaan Zabaj. Setiap orang muslim, baik pendatang maupun lokal, ketika datang ke kerajaan ini harus  bersila . Kitab ini mengisyaratkan adanya komunitas muslim lokal pada masa kerajaan Sriwijaya. Kata Zabajdiidentikan dengan kata Sriwijaya.
3. Marcopoloseorang pedagang dari Vene ia yang melakukan perjalanan pulang dari Cina menuju Persia, sempat singgah di Perlak pada tahun 1292. Menurutnya, Perlak merupakan kota Islam, sedangkan dua tempat di dekatnya, yang disebutnya  Basma dan  Samara bukanlah kota Islam. Di Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk Islam, dan juga banyak pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan Islam.
4. Ibn Batutahseorang musafir dari Maroko, dalam perjalanannya ke dan dari India pada tahun 1345 dan 1346, singgah di Samudera. Di sini ia mendapati bahwa penguasanya adalah seorang pengikut mazhab Syafi i. Hal ini menegaskan bahwa keberadaan ma hab ini sudah berlangsung sejak lama, yang kelak akan mendominasi Indonesia, walaupun ada kemungkinan bahwa ketiga ma hab Sunni lainnya (Hanafi, Maliki, dan Hambali) juga sudah ada pada masa-masa awal berkembangnya Islam.
Bukti-bukti fisik atau artefak yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia yaitu antara lain:
1. Batu nisan bertuliskan huruf Arab ditemukan di Leran, Gresik. Batu nisan ini memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimunyang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M).
2. Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan Malik al-saleh yang berangka tahun 696 Hijriah (1297 M).
3. Serangkaian batu nisan yang sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan di Jawa Timur, yaitu di Trowulan dan Troloyo, dekat situs istana Majapahit. Batu nisan itu menunjukkan makam-makam orang muslim, namun lebih banyak menggunakan angka tahun Saka India dengan angka Jawa Kuno daripada tahun Hijriah dan angka Arab. Batu nisan yang pertama ditemukan di Trowulan memuat angka tahun 1290 Saka (1368-1369 M). Di Troloyo ada batu-batu nisan yang berangka tahun antara 1298  1533 Saka (1376  1611 M). Batu-batu nisan ini memuat ayat-ayat Al-Qur an.
4. Sebuah batu nisan muslim kuno yang bertarikh 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik (Jawa Timur). Batu nisan ini menjadi tanda makam Syekh Maulana Malik Ibrahim.Bentuk batu nisan makam Maulana Malik Ibrahim (822 H/1419M), di Gresik Jawa Timur, memiliki kesamaan dengan bentuk batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat India. Diperkirakan batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat ke Wilayah Nusantara yang beriringan dengan penyebaran Islam.
Berdasarkan penemuan bukti-bukti awal proses Islamisasi di Indonesia, dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1) Islam pertama kali masuk ke Indonesia abad pertama Hijriah atau sekitar abad ke-7 dan ke-8 M, dibawa oleh para pedagang Arab yang telah memiliki hubungan dagang dengan pedagang-pedagang di pesisir pantai Sumatra.
2) Islam mengalami perkembangan pada abad ke-13/14 M, setelah para pedagang Gujarat secara intensif melakukan proses penyebaran Islam seiring dengan kegiatan perdagangan mereka.
3) Islam datang ke Indonesia ada yang dari Arab langsung dan ada pula melalui Gujarat, India.
Selanjutnya berdasarkan hasil Seminar Nasional mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia, yang berlangsung di Medan tahun 1963, memberikan kesimpulan sebagai berikut.
1. Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah (651 M).
2 . Masuknya Islam ke Indonesia pertama kali adalah di pesisir pantai Sumatra, dan setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja-raja Islam yang pertama berada di Aceh.
3 . Mubalig-mubalig Islam yang pertama selain sebagai penyiar Islam merangkap juga sebagai saudagar. Dalam proses pengislaman selanjutnya, orangorang Indonesia ikut aktif mengambil bagian.
4. Masuknya Islam ke Indonesia dilakukan dengan cara damai.

5. Kedatangan Islam di Indonesia membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.

Sumber :

PROSES AWAL PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

PROSES AWAL PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
Proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia beriringan dengan proses perdagangan yang terjadi antara bangsa Indonesia dengan bangsa asing. Sebagaimana telah dikemukakan bahwasecara geografis, Indonesia merupakan sebuah wilayah kepulauan yang terbuka bagi terjadinya interaksi perdagangan. Salah satu dampak dari interaksi tersebut adalah masuknya Islam ke Indonesia. Hal-hal yang menjadi pertanyaan mengenai proses islamisasi tersebut ialah dari manakah asalnya bangsa Indonesia menerima Islam, dan kapan Islam itu datang? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, lahirlah beberapa pendapat atau teori tentang islamisasi di Indonesia.
Berita-berita dari bangsa asing menunjukkan bahwa para pedagang Islam diperkirakan pertama kali datang ke Indonesia pada abad ke-7 M, yaitu ketika berkuasanya Kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu, di pusat Kerajaan Sriwijaya telah dijumpai perkampungan-perkampungan pedagang Arab. Menurut berita Ibn Hordadzbeth (844-848 M), pedagang Sulaiman(902 M), Ibn Rosteh(903 M), Abu Yazid(916 M), dan ahli geografi Mas’udi(955 M), Kerajaan Sriwijaya (Sribu a) berada di bawah kekuasaan Raja Zabag yang kaya dan menguasai jalur perdagangan dengan Kerajaan Oman. Dari Sribu a, para pedagang Arab memperoleh kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, kayu hitam, kayu sapan, dan rempah-rempah (cengkeh, lada, pala dan merica). Pedagang-pedagang Gujarat dari India yang datang ke Indonesia bukan hanya untuk berdagang, tetapi juga untuk menyebarkan agama yang mereka anut. Di samping itu, para saudagar yang datang dari Persia juga ikut menyebarkan agama Islam di Indonesia.
Teknologi pelayaran pada masa itu tidak secanggih sekarang, pelayaran pada masa lalu sangat tergantung pada angin musim yang membantu kapal mereka bergerak sesuai tujuan. Selama beberapa bulan, para pedagang dari berbagai bangsa tinggal di Malaka dan mereka harus menunggu angin musim yang baik untuk kembali ke tanah air mereka. Selama masa tunggu itu, mereka bergaul dengan penduduk setempat. Kesempatan itu digunakan oleh para pedagang dari Arab, Gujarat, dan Persia untuk menyebarkan agama Islam.
Penyebaran agama Islam di Indonesia terjadi secara berangsur-angsur selama beberapa abad lamanya. Waktu masuknya agama Islam ke Indonesia di tiap-tiap daerah tidak sama. Namun demikian, masuknya agama Islam pertama kali adalah di Pulau Sumatra, ketika Kerajaan Sriwijaya berkuasa.
Jalur utama penyebaran Islam di Indonesia adalah melalui perdagangan. Jalur lainnya adalah melalui perkawinan, pendidikan, jalur dakwah, dan jalur kesenian. Jalur perkawinan dilakukan oleh para pedagang Islam yang biasanya tinggal di kota-kota pantai dan membentuk perkampungan-perkampungan untuk menunggu angin musim. Pada saat inilah, para pedagang tersebut menikahi para wanita pribumi. Para wanita tersebut kemudian memeluk agama Islam.
Ada beberapa pendapat atau teori tentang proses Islamisasi di Indonesia. MenurutRicklefs,ada kemungkinan berlangsungnya melalui dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing (Arab, India, Persia, dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam bertempat tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran, dan mengikuti gaya hidup lokal, sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa atau Melayu atau anggota suku lainnya. Kedua proses ini mungkin telah sering terjadi bersamaan.
Pendapat-pendapat mengenai proses Islamisasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Awal kedatangan Islam di Indonesia
Para sejarawan Indonesia berpendapat bahwa proses Islamisasi di Indonesia sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Seorang ilmuwan Belanda yang bernama Mouquettemenyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13-14 Masehi. Penentuan waktu itu berdasarkan tulisan pada batu nisan yang ditemukan di Pasai. Batu nisan itu berangka tahun 17 Djulhijah 831 atau 21 September 1428 M dan identik dengan batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (822 H atau 1419 M) di Gresik, Jawa Timur. Morissonmendukung pendapat Moguetta yang berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan batu nisan Malik al-Saleh,seorang raja Samudera Pasai yang berangka tahun 698 H atau 1297 M. Petunjuk pertama mengenai orang-orang Indonesia yang beragama Islam datang dari tulisan Marcopolo yang singgah di Sumatra dalam perjalanan pulangnya dari Cina pada tahun 1292, dia berpendapat bahwa Perlak merupakan sebuah kota Islam.
2. Tempat asal para pembawa Islam di Indonesia
Ada beberapa pendapat mengenai tempat asal para pembawa Islam ke Indonesia.Snouck Hurgronjeberpendapat bahwa para penyebar Islam di Gujarat pada abad ke-13 telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia daripada dengan orang Arab. Pendapat ini diperkuat oleh Mouquette yang melihat kesamaan batu nisan Malik al-Salehdengan batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat. Selain itu, di kedua tempat ini sama-sama menganut mazhab Syafi i. Berdasarkan ma hab yang banyak dianut oleh orang Islam di Indonesia, Pijnappelberpendapat bahwa para pembawa Islam di Indonesia berasal dari Gujarat dan Malabar, dengan alasan bahwa orang Arab yang berma hab Syafi i bermigrasi dan menetap ke suatu daerah yaitu Gujarat. Kemudian dari daerah inilah Islam masuk ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pendapat Mouquette dibantah oleh Fattiniyang berpendapat bahwa gaya batu nisan Malik al-Saleh memiliki corak yang berbeda dengan batu nisan di Gujarat. Batu nisan Malik al-Saleh lebih mirip dengan batu nisan yang ada di Bengala. Dengan demikian, Fattini menyimpulkan bahwa tempat asal para penyebar Islam di Indonesia adalah dari Bengala yang kini lebih dikenal dengan sebutan Bangladesh. Sementara itu Morrisondan Arnold mengatakan bahwa Islam di Indonesia dibawa oleh orang-orang Coromandel dan Malabar.
Pendapat lain mengatakan bahwa Islam berasal langsung dari Mekkah, Arab, sebagaimana dikemukakan oleh Crawford. Pendapat Crawford didukung oleh sejarawan Indonesia, seperti Hamkayang berpendapat bahwa Islam yang masuk ke Indonesia itu langsung dari Arab. Tetapi Husein Djajadiningrat lebih berpendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari Parsi atau Persia. Ia lebih menitikberatkan pada kesamaan kebudayaan dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Persia dan Indonesia, seperti tradisi perayaan 10 Muharam dan pengaruh bahasa yang banyak dipakai di Indonesia. Kata bang, abdas, danmesigitadalah istilah yang ada dalam bahasa Persia. Juga dalam mengeja huruf vocal Al-Quran digunakan istilah-istilah Persia, yaitu jabar (a),jeer (i), dan pe es (u), padahal bahasa Arabnya fathah(a), kasrah(i), dan Dhammah (u).
3. Para penyebar Islam di Indonesia
Faktor yang paling penting dalam melaksanakan Islamisasi di Indonesia adalah melalui perdagangan, seperti dikemukakan oleh Woltersbahwa Indonesia merupakan tempat yang sangat strategis sebagai tempat persinggahan dari bangsa-bangsa sebelah barat seperti Persia, Arab, dan India yang hendak menuju ke timur, yaitu ke Indonesia, Cina, dan Jepang. Selain golongan pedagang, peranan para wali juga sangat penting dalam proses penyebaran tersebut.
Snouckbahkan berpendapat bahwa peranan para ustad dan sultan sangat besar untuk memperkenalkan Islam di Indonesia. Mereka berasal dari Arab dan mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad saw. dengan memakai gelar Sayyid Syarifyang menjalankan dakwah dengan motif keagamaan.
Di Pulau Jawa, proses Islamisasi memiliki satu kekhasan. Islamisasi di Jawa dilakukan oleh sekelompok mubalig Islam yang dikenal dengan sebutan walisongo. Waliarti harfiahnya adalah orang yang dekat dengan Allah, sedangkan songomenunjukkan jumlah yaitu sembilan. Jadi walisongoartinya sembilan orang wali. Ada pula yang mengartikan songo itu bukan angka sembilan dalam pengertian jumlah, tetapi menunjukkan bahwa sembilan itu (songo) menunjukkan angka yang sakral atau suci. Jadi walisongo bisa diartikan pula dengan orangorang (wali) yang disucikan, karena jumlah wali itu lebih dari sembilan. Walisongo sangat dihormati serta dimuliakan oleh orang-orang, terutama di pulau Jawa, bahkan para walisongo itu diberi gelarSunanatau Susuhunanartinya yang dijunjung tinggiatau gelar yang tinggi dan mulia.
Cara yang dilakukan oleh walisongo dalam menyebarkan agama Islam sangat menarik. Mereka menggunakan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh masyarakat luas dari berbagai golongan. Mereka menggunakan pendekatan kebudayaan untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Para wali itu, antara lain sebagai berikut.
a. Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim, sering pula disebut Maulana Maghribi,dan ada juga orang menyebutnya dengan sebutan Kakek Bantal.Maulana Malik Ibrahim adalah orang pertama menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Dari beberapa sumber, ada yang menyebutkan ia berasal dari Persia, ada juga yang menyebutkan dari Turki, Arab, dan riwayat lain menyebutkan ia berasal dari Gujarat. Tetapi pendapat yang lebih kuat ia berasal dari tanah Arab, tepatnya Maroko.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa (Kamboja). Ia menikahi putri Campa dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Raden Rahmat(Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha aliasRaden Santri.Merasa cukup menjalankan misi dakwahnya di negeri itu, pada tahun 1329 M, ia hijrah ke Pulau Jawa. Daerah pertama yang dituju adalah Desa Sembalo (sekarang daerah Leran Kecamatan Manyar, 9 kilometer dari utara kota Gresik), daerah yang masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Meskipun ia bukan orang Jawa, namanya terkenal di kalangan masyarakat Jawa, sebab ia yang menjadi pelopor penyebaran Islam di Jawa dengan pusat kegiatannya di Gresik, dekat Surabaya. Dalam proses dakwahnya kepada masyarakat, ia melakukannya dengan penuh hati-hati, bijaksana, dan mengadakan pendekatan personal pada masyarakat Jawa.
Kepercayaan sebelumnya yang dipegang oleh masyarakat tidak ditentang begitu saja. Ia memperkenalkan budi pekerti yang diajarkan Islam dengan tutur kata yang sopan, lemah lembut sehingga banyak penduduk Jawa yang tertarik memeluk agama Islam. Maulana Malik Ibrahim wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal 822 Hijriah atau 9 April 1419 M dan dimakamkan di Gresik.
b. Sunan Ampel
Sunan Ampelnama aslinya Raden Rahmat, seorang kemenakan dari Raja Majapahit Kertawijaya. Menurut cerita rakyat, ia berasal dari Campa. Mengenai Campa ini ada dua pendapat, pertamaChampa di Indochina, kedua Jeumpa di Aceh. Disebutkan ia adalah anak dari Raja Cempa Ibrahim Asmarakandi(Maulana Malik Ibrahim) yang diutus ke Majapahit dan oleh Raja Majapahit diperkenankan tinggal dan menetap di Ampeldenta (Surabaya).
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama adiknya, Sayid Ali Murtadha. Tetapi sebelum sampai ke Jawa, ia singgah dahulu di Palembang, kemudian berlabuh di daerah Gresik, dilanjutkan ke Majapahit untuk menemui bibinya yang bernama Dwarawati,seorang putri Campa yang dipersunting Raja Majapahit yang bergelarPrabu Sri Kertawijaya.
Pada tahun 1450, Raden Rahmat menikah dengan Nyi Ageng Manila, putri Bupati Tuban yang sudah memeluk agama Islam. Selanjutnya Raden Rahmat menetap di daerah Ampeldenta pemberian dari Raja Majapahit. Di sana Raden Rahmat mendirikan masjid dan membuka pondok pesantren, sehingga ia dikenal dengan Sunan Ampel. Sesuai dengan tugasnya, ia adalah guru yang mengajarkan budi pekerti kepada para adipati, pembesar keraton, dan bagi masyarakat yang ingin belajar tentang keislaman. Pada pertengahan abad ke-15, pesantren tersebut menjadi pusat pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara.
Ajaran Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah Mo Limo, Moartinyaora gelem(tidak mau) dan Limoartinya perkara lima. Jadi maksud Mo Limo ialah tidak mau melakukan perkara lima yang terlarang, yaitu :
1) Emoh main (tidak mau judi)
2) Emoh ngumbih (tidak mau minum-minuman yang memabukkan)
3) Emoh madat (tidak mau minum atau menghisap candu atau ganja)
4) Emoh maling (tidak mau mencuri)
5) Emoh madon (tidak mau ber ina)
Keberhasilah Sunan Ampel lainnya ialah melahirkan tokoh wali lainnya seperti Sunan Giri, Sunan Kalijaga, dan putranya sendiri yang bernama Sunan Derajat danSunan Bonang.Keberhasilan yang lain, Sunan Ampel menjadi perencana Kerajaan Demak. Dialah yang melantik Raden Patah sebagai Sultan Demakyang pertama tahun 1403 Saka (1481 M). Pada tahun 900 Hijriyah (1494 M), Sunan Ampel wafat. Jena ahnya dimakamkan di Ampeldenta, Surabaya.
c. Sunan Bonang
Sunan Bonang atauMakhdum Ibrahimlahir pada tahun 1450 M. Ia adalah putra Sunan Ampel dari istrinya yang bernama Nyi Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampeldenta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana dan kemudian menetap di Bonang (sebuah desa kecil di Lasem, Jawa Timur). Di tempat itulah Sunan Bonang mempunyai tempat kegiatan dakwahnya yaitu di daerah Bonang, dekat Tuban. Di sana ia mendirikan pesantren yang sekarang dikenal dengan sebutan Watu Layar.Dari pondok pesantren itu, ia mengajar dan mengembangkan agama Islam.
Dari pesantrennya di Bonang (Tuban), agama Islam disebarkan ke daerah pantai, mulai Rembang sampai Surabaya. Dari hasil survei di lapangan, ternyata rakyat Tuban mayoritas menyukai lagu-lagu gending gamelan. Untuk itu dalam melaksanakan dakwah kepada masyarakat, ia menggunakan kesenian rakyat yang disebut bonang. Ia menabuh bonang diiringi dengan lagu-lagu berupa pantun yang bernapaskan keagamaan. Sunan Bonang berhasil menggubah lagu gending sekatendan tembang mocopatyang sampai sekarang tembang itu populer di kalangan masyarakat Jawa.
Tidak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fiqih, ajaran Sunan Bonang berusaha memadukan ajaran ahlusunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fiqih, usuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan arsitektur. Ajarannya berintikan pada filsafat isyq (cinta). Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan, dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin.Ajaran tersebut disampaikan secara populer melalui media kesenian. Pada tahun 1525 M, Sunan Bonang wafat dan dimakamkan di daerah Tuban.
d. Sunan Derajat
Sunan Derajat nama sebenarnya adalah Masih Munat,putra dari Sunan Ampel, saudara dari Sunan Bonang. Dalam melakukan kegiatan dakwahnya, ia mengambil cara ayahnya, terutama dalam mengajarkan tauhid dan akidah, yaitu secara langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Walaupun demikian, cara penyampaiannya menggunakan alat kesenian dengan menabuh seperangkat gamelan, sebagaimana dilakukan oleh Sunan Muria. Sunan Derajat mengubah sejumlah suluk, di antaranya suluk petuah. Ia juga menciptakan lagu gending pangkuryang sampai sekarang lagu itu masih banyak digemari oleh masyarakat Jawa. Pusat kegiatan dakwahnya di daerah Sedayu, Jawa Timur.
Sunan Derajat dikenal dengan kegiatan sosialnya. Ia dikenal sebagai seorang yang bersahaja yang suka menolong sesama. Dialah wali yang memelopori penyantunan anak-anak yatim, fakir miskin, dan orang sakit. Sunan Derajat wafat pada pertengahan abad ke-15 dan dimakamkan di Sedayu, Gresik (Jawa Timur).
e. Sunan Giri
Sunan Giriatau Raden Paku. Ia adalah putra dari Maulana Ishak dari Blambangan, yang juga sahabat Sunan Ampel. Raden Paku bersahabat dengan Makhdum Ibrahim, dan keduanya oleh Sunan Ampel disuruh pergi haji ke Mekkah sambil menuntut ilmu. Keduanya juga pernah menimba ilmu di Pasai(Aceh).
Dengan bantuan masyarakat Gresik, Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Atas ketekunan dan kesungguhannya, pesantren itu bukan hanya sebagai tempat pendidikan dalam artian sempit, tetapi juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Dalam waktu tiga tahun, pesantren Giri sudah terkenal ke seluruh Nusantara, sehingga banyak murid-muridnya yang datang dari Madura, Kalimantan, Makassar, Lombok, dan seluruh Jawa. Raja Majapahit sendiri memberi keleluasaan kepadanya untuk mengatur pemerintahan karena khawatir ia melakukan pemberontakan. Kemudian pesantren itu pun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton.
Ketika Raden Fatah lepas dari pengaruh kekuasaan Majapahit, Sunan Giri diangkat menjadi penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Banyak mubalig dari pesantren Giri yang dikirim ke Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.
Sunan Giri dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fiqih. Orang pun menyebutnya Sultan Abdul Fakih.Ia juga pencipta karya seni yang luar biasa. Gending Pucung yang bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam adalah salah satu karya Sunan Giri. Sunan Giri wafat pada tahun 1600 M dan dimakamkan di atas Bukit Giri, dekat Gresik.
f. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijagaatau Raden Jaka Said. Ia adalah putra seorang Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta. Sejak kecil, dalam diri Raden Jaka Said sudah tampak jiwa luhur yang ditandai dengan selalu taat kepada agama dan berbakti kepada orang tua, serta mempunyai sikap welas asih kepada semua orang. Ia menjadi murid Sunan Bonang, kemudian menikah dengan putri Maulana Ishak. Berbeda dengan para wali lain, Sunan Kalijaga menjadi mubalig keliling dan tidak mempunyai pusat dakwah yang tetap.
Dalam melaksanakan dakwahnya, Sunan Kalijaga menggunakan kesenian wayang kulit yang sangat digemari masyarakat sejak  aman Hindu. Kisah Mahabharata yang melandasi cerita wayang disesuaikan agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Penggunaan wayang sebagai alat dakwah ini ternyata memberi kemudahan dalam meluaskan penyebaran Islam ke masyarakat.
Sunan Kalijaga sebagai Mubalig yang ahli seni, ahli filsafat, dan kebudayaan memiliki beberapa karya seni hasil ciptaannya antara lain orang pertama yang merancang baju takwa, menciptakan lagu Dandang Gula dan Semarangan, menciptakan seni ukir bermotif dedaunan, menciptakan bedug di masjid, memprakarsaiGerebeg Maulud, menciptakan Gong Sekaten, dan membuat kreasi baru wayang menjadi karikatur, digambar dan diukir pada kulit binatang.
Pada pertengahan abad ke-15, Sunan Kalijaga wafat dan di makamkan di daerah Kadilangu, dekat Demak.
g. Sunan Kudus
Sunan Kudusatau Jafar Sadiq.Ia adalah salah seorang panglima tentara Demak. Kemudian ia mengembara ke Tanah Suci, Mekkah untuk memperdalam agama Islam. Sekembali dari Mekkah, ia mendirikan pusat keagamaan yang diberi nama Kudus, diambil dari nama al-quds(Palestina), sehingga ia lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus.
Sunan Kudus merupakan banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara dakwahnya pun meniru Sunan Kalijaga yaitu toleran pada budaya setempat. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu-Buddha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Sunan Kudus seorang yang ahli dalam bidang tauhid, hadis, fiqih dan lainnya. Ia juga terkenal sebagai pujangga yang mengarang cerita pendek yang berfalsafah dan bernapaskan keagamaan. Semasa hidupnya, ia mengajarkan agama Islam di sekitar pesisir utara Jawa Tengah di daerah Kudus. Selain sebagai seorang wali, Sunan Kudus juga menjabat sebagai Senopati Demak. Peninggalan yang termasyhur adalah Masjid Kudus. Menaranya berbentuk candi, dan sering disebut Masjid Menara. Pada mihrab masjid ini tercantum tahun peresmian masjid, yaitu 956 Hijriah (1549 M). Dalam bidang kesenian ia dikenal sebagai pencipta Gending Asmarandana. Pada tahun 1550, Sunan Kudus wafat dan dimakamkan di daerah Kudus, Jawa Tengah.
h. Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Prawoto atau Raden Umar Said,adalah putra Sunan Kalijaga dari istrinya yang bernama Dewi Sorah. Dewi Sorah adalah adik kandung Sunan Giri. Gaya berdakwah Sunan Muria seperti ayahnya, Sunan Kalijaga. Tetapi ia lebih menyukai tinggal di daerah terpencil, jauh dari kota. Pusat kegiatannya di lereng Gunung Muria (Jawa Tengah). Ia banyak bergaul dengan rakyat jelata. Sambil bercocok tanam, berladang, dan berdagang, ia mengajarkan agama Islam. Selain itu, Sunan Muria berdakwah dengan menggunakan media kesenian rakyat yaitu berupa gamelan. Ia menciptakan gending sinom dan kinanti.
Sunan Muria sering berperan juga di Kesultanan Demak sebagai penengah dalam konflik istana. Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapa pun rumitnya. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Beliau wafat pada tahun 1560 M dan dimakamkan di atas Gunung Muria.
i. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atauSyarif Hidayatullah lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati karena pusat kegiatan dakwahnya berada di daerah Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Pada tahun 1570 M, Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di Gunung Jati, Cirebon. Setelah Walisongo, proses penyebaran agama Islam diteruskan oleh para ulama yang peranannya sama dengan para wali. Para ulama itu tersebar di berbagai pelosok tanah air, antara lain sebagai berikut.
1) Tokoh ulama dari Jawa
  1.       Syekh Bentongdengan daerah dakwah di Gunung Lawu
  2.       Sunan Bayat yang banyak menyebarkan Islam di daerah Klaten dan sekitarnya
  3.   Syekh Majagung, Sunan Prapen, dan Sunan Sendang yang berperan dalam pendidikan pondok pesantren di daerah Jawa

2) Tokoh ulama dari luar Jawa
  1.        Datuk Ri Bandang yang menyebarkan agama Islam di daerah Makassar
  2.        Datuk Sulaeman yang menyebarkan agama Islam di daerah Sulawesi
  3.       Tuan Tunggang Parangang dan Penghulu Demakyang menyebarkan Islam di Kalimantan.
sumber :




s
s

NUSANTARA SEBELUM KEDATANGAN ISLAM

A. NUSANTARA SEBELUM KEDATANGAN ISLAM
Proses islamisasi yang terjadi di Indonesia sangat ditentukan oleh kondisi sosial, budaya, p olitik, dan ekonomi yang ada sebelumnya. Secara geografis wilayah Nusantara memiliki arti yang sangat penting bagi masuknya unsurunsur dari luar, karena menjadi jalur lalu lintas perdagangan internasional. Dengan terbukanya wilayah Nusantara memungkinkan masyarakatnya untuk berinteraksi dengan bangsa lain.
1. Kondisi sosial budaya
Sebelum ditemukannya mesin yang menggerakkan kapal laut, pelayarankapal-kapal lebih ditentukan oleh arus angin. Sistem angin di kepulauan Nusantara yang dikenal sebagai angin musim (angin muson), memberikan kemungkinan pengembangan jalan pelayaran Barat-Timur pulang balik secara teratur dan berpola tetap. Musim barat dan musim timur sangat menentukan munculnya kota-kota pelabuhan serta pusat-pusat kerajaan sejak  aman Sriwijaya sampai akhir Majapahit. Kehidupan di kota pelabuhan menampakkan suatu kehidupan yang dinamik. Interaksi manusia melalui perdagangan di kota pelabuhan dapat menciptakan unit-unit kehidupan manusia. Interaksi antara unit-unit akan membangun struktur sosial yang dinamik, sehingga akan menampakkan adanya suatu perubahan. Masyarakat di kota pelabuhan merupakan masyarakat yang urban dan kosmopolit. Terciptalah suatu tatanan masyarakat kota. Interaksi tidak hanya terbatas pada pertukaran barang-barang ekonomi, akan tetapi terjadi pula interaksi budaya antarkelompok masyarakat. Dengan demikian, kehidupan masyarakat di kota pelabuhan akan menciptakan suatu masyarakat yang terbuka. Dalam masyarakat yang seperti ini, akan memudahkan masuknya unsur budaya dari luar. Apabila unsur budaya itu mampu membangun suatu tatanan kehidupan yang mapan, maka akan menjelma menjadi suatu peradaban.
Sebelum kedatangan Islam di wilayah Nusantara, peradaban yang pernah muncul dan mampu membangun suatu struktur masyarakat yang mapan yaitu Hindu-Buddha. Peradaban Hindu-Buddha sangat berpengaruh pada pembentukan struktur masyarakat di Nusantara. Masyarakat yang dibentuk dalam peradaban ini adalah masyarakat yang memiliki struktur hierarkis. Dalam masyarakat seperti ini, terdapat lapisan-lapisan sosial yang sangat ketat. Masyarakat terbagi atas kastayaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Hubungan antarkasta ini bersifat vertikal yang sempit, artinya interaksi antarindividu hanya terjadi pada kelompok kastanya sendiri. Sebagai contoh seorang kasta Ksatria tidak bisa menikah dengan seseorang yang berasal dari Kasta Waisya.
Dalam konsepsi Hindu-Buddha, hubungan antara manusia dan jagad raya bagaikan hubungan kesejajaran antara makrokosmos dan mikrokosmos. Manusia adalah mikrokosmos dan jagad raya adalah makrokosmos. Menurut kepercayaan ini, manusia senantiasa berada di bawah pengaruh tenaga-tenaga yang bersumber pada penjuru mata angin, bintang-bintang dan planet-planet. Tenaga-tenaga ini mungkin menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan atau berakibat kehancuran. Terjadinya kesejahteraan atau kehancuran tergantung pada dapat tidaknya individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat terutama sekali negara, berhasil menyelaraskan kehidupan dan kegiatan mereka dengan jagad raya. Keselarasan antara kerajaan dan jagad raya dapat dicapai dengan menyusun kerajaan itu sebagai gambaran sebuah jagad raya dalam bentuk kecil.
Penguasa makrokosmos adalah Dewa, sedangkan penguasa mikrokosmos adalah raja, sehingga lahirlah konsep dewa-raja.Raja adalah wakil dewa di muka bumi. Kedudukan raja dianggap sebagai titisan (inkarnasi) dari dewa atau sebagai keturunan, atau sebagai kedua-duanya, baik sebagai penitisan maupun keturunan dewa.
Raja memiliki kedudukan yang sangat sentral. Hubungan antara raja dengan rakyat membentuk struktur yang patrimonial. Dalam hubungan ini tercipta hubungan kawula dan gusti. Rakyat lebih banyak melakukan kewajibannya. Pemikiran konsep ini tidak memungkinkan adanya suatu bentuk perjanjian sosial (social contract) atau konsep mengenai kewajiban-kewajiban timbal balik antara atasan dan bawahan.
b. Kondisi politik dan ekonomi
Pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-12, Sriwijaya mengalami masa kejayaan, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Kejayaan yang dialami Sriwijaya sangat ditentukan oleh letak dari kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Sriwijaya merupakan bagian dari jalur perdagangan internasional.
Sebagai pelabuhan, pusat perdagangan, dan pusat kekuasaan, Sriwijaya menguasai pelayaran dan perdagangan di bagian barat Indonesia. Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatra Utara, Selat Sunda yang kesemuanya masuk lingkungan kekuasaan Sriwijaya. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dikunjungi oleh pedagang dari Parsi, Arab dan Cina yang memperdagangkan barang-barang dari negerinya atau negeri yang dilaluinya, sedangkan pedagang Jawa membelinya dan menjual rempah-rempah.
Memasuki abad ke-13, Sriwijaya menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Kekayaan alamnya sudah tidak lagi menghasilkan, kalah dengan hasil kekayaan di Jawa. Untuk menanggulangi ini, Sriwijaya menerapkan bea cukai yang mahal bagi kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhannya, bahkan memaksa agar kapal-kapal asing berlabuh di pelabuhannya. Tindakan Sriwijaya ini ternyata tidak memberikan keuntungan bagi kerajaannya, justru sebaliknya. Kapal-kapal asing mencoba menghindar untuk berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya.
Kemunduran Sriwijaya diperburuk lagi oleh serangan Kerajaan Singhasari dari Jawa melalui ekspedisi Pamalayu. Dengan Pamalayu, supremasi Kerajaan Singhasari dapat diletakkan di bekas daerah pengaruh Sriwijaya di Sumatra.Setelah Singhasari berkuasa, kemudian muncul Majapahit sebagai kekuatan kerajaan yang memiliki pengaruh yang sangat besar. Kemunculan Majapahit ini semakin memperlemah kedudukan Sriwijaya. Majapahit pernah tampil sebagai supremasi kekuasaan di wilayah Nusantara, setelah Sriwijaya runtuh. Kejayaan Kerajaan Majapahit dialami pada masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk dengan patihnya yang terkenal yaitu Gajah Mada. Dengan Sumpah Palapanya,Gajah Mada melakukan perluasan wilayah. Majapahit kemudian mengalami kemunduran yang lebih banyak disebabkan oleh adanya konflik internal. Pada tahun 1478, Majapahit mengalamikeruntuhannya.

Peradaban Hindu-Buddha sangat berpengaruh pada pembentukan struktur masyarakat di Nusantara. Masyarakat yang Hinduistis merupakan masyarakat dengan struktur yang hierarkis, artinya masyarakat yang mengenal kasta, yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Hubungan antarkasta ini bersifat vertikal yang sempit, artinya interaksi antar individu hanya terjadi pada kelompok kastanya sendiri.

sumber :

Tuesday, April 1, 2014

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More