A. NUSANTARA SEBELUM KEDATANGAN
ISLAM
Proses islamisasi yang terjadi di
Indonesia sangat ditentukan oleh kondisi sosial, budaya, p olitik, dan ekonomi
yang ada sebelumnya. Secara geografis wilayah Nusantara memiliki arti yang
sangat penting bagi masuknya unsurunsur dari luar, karena menjadi jalur lalu
lintas perdagangan internasional. Dengan terbukanya wilayah Nusantara
memungkinkan masyarakatnya untuk berinteraksi dengan bangsa lain.
1. Kondisi sosial budaya
Sebelum ditemukannya mesin yang
menggerakkan kapal laut, pelayarankapal-kapal lebih ditentukan oleh arus angin.
Sistem angin di kepulauan Nusantara yang dikenal sebagai angin musim (angin
muson), memberikan kemungkinan pengembangan jalan pelayaran Barat-Timur pulang
balik secara teratur dan berpola tetap. Musim barat dan musim timur sangat
menentukan munculnya kota-kota pelabuhan serta pusat-pusat kerajaan sejak aman Sriwijaya sampai akhir Majapahit. Kehidupan
di kota pelabuhan menampakkan suatu kehidupan yang dinamik. Interaksi manusia
melalui perdagangan di kota pelabuhan dapat menciptakan unit-unit kehidupan
manusia. Interaksi antara unit-unit akan membangun struktur sosial yang
dinamik, sehingga akan menampakkan adanya suatu perubahan. Masyarakat di kota
pelabuhan merupakan masyarakat yang urban dan kosmopolit. Terciptalah suatu
tatanan masyarakat kota. Interaksi tidak hanya terbatas pada pertukaran
barang-barang ekonomi, akan tetapi terjadi pula interaksi budaya antarkelompok
masyarakat. Dengan demikian, kehidupan masyarakat di kota pelabuhan akan
menciptakan suatu masyarakat yang terbuka. Dalam masyarakat yang seperti ini,
akan memudahkan masuknya unsur budaya dari luar. Apabila unsur budaya itu mampu
membangun suatu tatanan kehidupan yang mapan, maka akan menjelma menjadi suatu
peradaban.
Sebelum kedatangan Islam di
wilayah Nusantara, peradaban yang pernah muncul dan mampu membangun suatu
struktur masyarakat yang mapan yaitu Hindu-Buddha. Peradaban Hindu-Buddha
sangat berpengaruh pada pembentukan struktur masyarakat di Nusantara.
Masyarakat yang dibentuk dalam peradaban ini adalah masyarakat yang memiliki
struktur hierarkis. Dalam masyarakat seperti ini, terdapat lapisan-lapisan
sosial yang sangat ketat. Masyarakat terbagi atas kastayaitu kasta Brahmana,
Ksatria, Waisya dan Sudra. Hubungan antarkasta ini bersifat vertikal yang
sempit, artinya interaksi antarindividu hanya terjadi pada kelompok kastanya
sendiri. Sebagai contoh seorang kasta Ksatria tidak bisa menikah dengan
seseorang yang berasal dari Kasta Waisya.
Dalam konsepsi Hindu-Buddha,
hubungan antara manusia dan jagad raya bagaikan hubungan kesejajaran antara
makrokosmos dan mikrokosmos. Manusia adalah mikrokosmos dan jagad raya adalah
makrokosmos. Menurut kepercayaan ini, manusia senantiasa berada di bawah
pengaruh tenaga-tenaga yang bersumber pada penjuru mata angin, bintang-bintang
dan planet-planet. Tenaga-tenaga ini mungkin menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan
atau berakibat kehancuran. Terjadinya kesejahteraan atau kehancuran tergantung
pada dapat tidaknya individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat terutama
sekali negara, berhasil menyelaraskan kehidupan dan kegiatan mereka dengan
jagad raya. Keselarasan antara kerajaan dan jagad raya dapat dicapai dengan
menyusun kerajaan itu sebagai gambaran sebuah jagad raya dalam bentuk kecil.
Penguasa makrokosmos adalah Dewa,
sedangkan penguasa mikrokosmos adalah raja, sehingga lahirlah konsep dewa-raja.Raja
adalah wakil dewa di muka bumi. Kedudukan raja dianggap sebagai titisan
(inkarnasi) dari dewa atau sebagai keturunan, atau sebagai kedua-duanya, baik
sebagai penitisan maupun keturunan dewa.
Raja memiliki kedudukan yang
sangat sentral. Hubungan antara raja dengan rakyat membentuk struktur yang
patrimonial. Dalam hubungan ini tercipta hubungan kawula dan gusti. Rakyat
lebih banyak melakukan kewajibannya. Pemikiran konsep ini tidak memungkinkan
adanya suatu bentuk perjanjian sosial (social contract) atau konsep mengenai
kewajiban-kewajiban timbal balik antara atasan dan bawahan.
b. Kondisi politik dan ekonomi
Pada abad ke-7 sampai dengan abad
ke-12, Sriwijaya mengalami masa kejayaan, baik dalam bidang politik maupun
ekonomi. Kejayaan yang dialami Sriwijaya sangat ditentukan oleh letak dari
kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Sriwijaya merupakan bagian dari
jalur perdagangan internasional.
Sebagai pelabuhan, pusat
perdagangan, dan pusat kekuasaan, Sriwijaya menguasai pelayaran dan perdagangan
di bagian barat Indonesia. Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat Malaka,
Sumatra Utara, Selat Sunda yang kesemuanya masuk lingkungan kekuasaan
Sriwijaya. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dikunjungi oleh pedagang dari
Parsi, Arab dan Cina yang memperdagangkan barang-barang dari negerinya atau
negeri yang dilaluinya, sedangkan pedagang Jawa membelinya dan menjual
rempah-rempah.
Memasuki abad ke-13, Sriwijaya
menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Kekayaan alamnya sudah tidak lagi
menghasilkan, kalah dengan hasil kekayaan di Jawa. Untuk menanggulangi ini,
Sriwijaya menerapkan bea cukai yang mahal bagi kapal-kapal yang berlabuh di
pelabuhan-pelabuhannya, bahkan memaksa agar kapal-kapal asing berlabuh di
pelabuhannya. Tindakan Sriwijaya ini ternyata tidak memberikan keuntungan bagi
kerajaannya, justru sebaliknya. Kapal-kapal asing mencoba menghindar untuk
berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya.
Kemunduran Sriwijaya diperburuk
lagi oleh serangan Kerajaan Singhasari dari Jawa melalui ekspedisi Pamalayu.
Dengan Pamalayu, supremasi Kerajaan Singhasari dapat diletakkan di bekas daerah
pengaruh Sriwijaya di Sumatra.Setelah Singhasari berkuasa, kemudian muncul
Majapahit sebagai kekuatan kerajaan yang memiliki pengaruh yang sangat besar.
Kemunculan Majapahit ini semakin memperlemah kedudukan Sriwijaya. Majapahit
pernah tampil sebagai supremasi kekuasaan di wilayah Nusantara, setelah
Sriwijaya runtuh. Kejayaan Kerajaan Majapahit dialami pada masa kekuasaan Raja
Hayam Wuruk dengan patihnya yang terkenal yaitu Gajah Mada. Dengan Sumpah
Palapanya,Gajah Mada melakukan perluasan wilayah. Majapahit kemudian mengalami
kemunduran yang lebih banyak disebabkan oleh adanya konflik internal. Pada
tahun 1478, Majapahit mengalamikeruntuhannya.
Peradaban Hindu-Buddha sangat
berpengaruh pada pembentukan struktur masyarakat di Nusantara. Masyarakat yang
Hinduistis merupakan masyarakat dengan struktur yang hierarkis, artinya
masyarakat yang mengenal kasta, yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan
Sudra. Hubungan antarkasta ini bersifat vertikal yang sempit, artinya interaksi
antar individu hanya terjadi pada kelompok kastanya sendiri.
sumber :
0 comments:
Post a Comment