KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI
INDONESIA
1. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai dalam sejarah
Indonesia tercatat sebagai kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Raja pertama
dan pendiri kerajaan Samudera Pasai ini adalah Sultan Malik Al-Saleh (1290-1297).
Kerajaan Samudera Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhok Seumawe
sekarang (pantai timur Aceh), berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pada
tahun 1297 M, Sultan Malik Al-Saleh wafat, kemudian kerajaan Samudera Pasai
dipimpin oleh putranya yang bernama Sultan Malik al-Tahir(1297-1326). Setelah
Sultan Malik al-Tahir wafat pada tahun 1326, kerajaan Samudera Pasai dipimpin
oleh putranya, bernama SultanMalik al-Zahir.Mengenai pribadi sultan ini, Ibnu
Batutah (pengembara dari Maroko) yang pernah singgah di Samudera Pasai pada
tahun 1345 dan 1346 mengatakan bahwa Sultan Malik al-Zahir adalah seorang
sultan yang taat pada agama dan menganut ma hab Syafi i. Pada masa pemerintahan
Malik al-Zahir terdapat orang Persia yang menjadi pejabat istana.
Pada tahun 1348, Sultan Malik
al-Zahir wafat, kemudian takhta kerajaan dipegang oleh Zainal Abidin. Pada masa
Zainal Abidin inilah, Majapahit berhasil menguasai Samudera Pasai. Dengan demikian,
Samudera Pasai berada di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Majapahit mengalami
kehancuran, Samudera Pasai tegak kembali. Keberadaan Samudera Pasai sampai
tahun 1405 masih terdengar diberitakan olehMohammad Cheng Hopemimpin armada
Cina, yang beragama Islam, dan sempat singgah di Samudera Pasai.
Setelah Zainal Abidin, kerajaan
ini tidak terdengar lagi karena telah tergeser oleh Kerajaan Malaka. Perekonomian
masyarakat Samudera Pasai tergantung dari perdagangan. Posisinya yang berada di
jalur perdagangan internasional dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk kemajuan
ekonomi rakyatnya. Menurut beberapa sumber sejarah, diketahui bahwa banyak
pedagang dari berbagai negara berlabuh di Pelabuhan Pasai. Kerajaan ini berusaha
menyiapkan bandar-bandar yangdapat digunakan untuk menambah bahan perbekalan,
mengurus perkapalan, mengumpulkan dan menyimpan barang dagangan, baik yang akan
dikirim ke luar negeri maupun yang disebarkan di dalam negeri.
Keadaan masyarakat Samudera Pasai
pada saat itu, diketahui dari catatan perjalananMarcopolodan Ibn Batutah.
Menurut catatan perjalanan mereka, masyarakat Pasai adalah masyarakat pedagang
yang beragama Islam terutama mereka yang tinggal di pesisir pantai timur
Sumatra. Menurut catatan mereka ini juga diketahui bahwa kerajaan Samudera
Pasai menjadi pusat penyebaran agama Islam ke kawasan sekitarnya di Sumatra dan
Malaka. Orang-orang Pasai yang telah memeluk Islam menjadi golongan yang
berperan dalam menyebarkan Islam, selain golongan pedagang dan ulama setempat.
Kehidupan sosial masyarakat
Samudera Pasai, diatur menurut aturanaturan dan hukum-hukum Islam yang
mempunyai kesamaan dengan daerah Arab, sehingga daerah kerajaan Samudera Pasai
mendapat julukan daerah Serambi Mekkah.
Berikut ini urutan raja-raja yang
memerintah di Samudera Pasai, yaitu sebagai berikut.
1. Sultan Malik al-Saleh;
2. Sultan Malikul Zahir;
3. Sultan Muhammad;
4. Sultan Ahmad Malikul Zahir
(Sultan al-Malik Jamaluddin);
5. Sultan Zainal Abidin;
6. Sultan Bahiah.
2. Kerajaan Malaka
Kerajaan Malaka sekarang termasuk
wilayah negara Malaysia, tetapi karena Malaka memainkan peranan penting dalam
pertumbuhan kerajaankerajaan Islam di Indonesia maka kerajaan Malaka perlu
dibahas dalam sejarah Islam di Indonesia.
Pertumbuhan Kerajaan Malaka
dipengaruhi oleh ramainya perdagangan internasional Samudera Hindia. Pelabuhan
Malaka sebelumnya tidak memiliki kekuasaan politik, kecuali sebagai tempat
persinggahan para pedagang dari berbagai bangsa, terutama pedagang yang
beragama Islam.
Tidak diketahui dengan pasti
bagaimana awal berdirinya Kerajaan Malaka ini. Menurut beberapa versi, kerajaan
ini didirikan oleh seorang pangeran Wilayah kekuasaan kerajaan Malaka dari
Palembang bernama Parameswarayang lari ke Malaka ketika terjadi serangan dari
Majapahit. Ia mendirikan kerajaan Malaka sekitar tahun 1400.
Pada mulanya, Parameswara adalah
seorang raja yang beragama Hindu. Setelah memeluk Islam, dia mengganti namanya
dengan nama Islam, Muhammad Syah(1400-1414) . Raja pertama ini kemudian
digantikan oleh Sultan Iskandar Syah (1414-1424). Selanjutnya raja-raja yang
berkuasa di Malaka adalah Sultan Muzaffar Syah (1424-1444), Sultan Mansur
Syah(1444-1477), dan Sultan Mahmud Syah(1477-1511).
Kerajaan Malaka memiliki peran
yang sangat besar di bidang perdagangan. Perdagangan menjadi sumber utama
penghasilan Kerajaan Malaka. Terdapat beberapa ciri mengenai perdagangan di
Malaka.
1) Raja dan pejabat tinggi
kerajaan terlibat dalam kegiatan dagang. Mereka memiliki kapal, nakhoda, dan
awak kapal yang bekerja kepadanya. Selain itu, mereka juga menanamkan modalnya
kepada perusahaan pelayaran.
2) Pajak bea cukai yang dikenakan
terhadap setiap barang dibedakan atas asal barang. Barang yang berasal dari
Asia Barat, seperti India, Persia, Arab, dan lain-lain, dikenakan bea sebesar
6%. Sedangkan barangbarang dari Asia Timur, termasuk pedagang dari kepulauan
Nusantara tidak dikenakan bea cukai, namun mereka harus memberikan upeti kepada
raja dan para pembesar pelabuhan.
3) Perdagangan dijalankan dalam
dua jenis. Pertama, pedagang memasukkan modal dalam bentuk barang dagangan yang
diangkut dengan kapal untuk dijual ke negeri lain. Kedua, pedagang menitipkan
barang atau meminjamkan uang kepada nakhoda yang akan membagi keuntungannya
dengan pedagang pemberi modal.
4) Kerajaan mengeluarkan berbagai
undang-undang yang mengatur perdagangan di Kerajaan Malaka, agar perdagangan
berjalan lancar.
Kerajaan ini mengalami keruntuhan
setelah Malaka dikuasai oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso
d’Albuquerque,pada tahun 1511. Dengan demikian, kekuasaan politik Kerajaan
Malaka hanya berlangsung kurang lebih satu abad.
3. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri dan muncul
sebagai kekuatan baru di Selat Malaka, pada abad ke-16 setelah jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis. Para pedagang Islam tidak mengakui kekuasaan Portugis di
Malaka dan segera memindahkan jalur perniagaan ke bandar-bandar lainnya di
seluruh Nusantara. Peran Malaka sebagai pusat perdagangan internasional digantikan
oleh Aceh selama beberapa abad. Di Selat Malaka, Kerajaan Aceh bersaing dengan
Kerajaan Johor di Semenanjung Malaysia.
Kerajaan Aceh didirikan oleh Ali
Mughayat Syah, adalah pendiri Kerajaan Aceh dan sekaligus sebagai raja
pertamanya. Pada tahun 1514 - 1528 ia mulai bertakhta. Letak Kerajaan Aceh di
Kutaraja (Banda Aceh sekarang). Pada tahun 1520, Kerajaan Aceh berhasil
menguasai Daerah Pasai, Deli, dan Aru. Penguasaan terhadap daerah-daerah
tersebut menyebabkan Aceh dapat mengontrol daerah penghasil lada dan emas. Pada
masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda(1607
1636), Kerajaan
Aceh mencapai puncak kejayaan.
Wilayah kekuasaan Aceh pada saat itu meliputi Semenanjung Malaya dan sebagian
Sumatra, kecuali Palembang dan Lampung yang dipengaruhi Banten. Perdagangan di
Selat Malaka berkembang pesat dan Aceh memiliki hegemoni atas Selat Malaka,
walaupun pelabuhan Malaka gagal dikuasai. Pelabuhan Aceh dibuka luas menjadi
suatu bandar transito yang dapat menghubungkan perdagangan Islam di dunia
Barat. Pada masa Sultan Iskandar Muda ini juga dibangun masjid besar Aceh yang
berdiri hingga saat ini yaitu Masjid Baiturrahman.
Secara ekonomi masyarakat Aceh
mengalami perkembangan secara pesat. Hal ini disebabkan daerahnya yang subur.
Kesuburan tersebut ditandai dengan dihasilkannya barang-barang ekspor lainnya
seperti beras, timah, emas, perak, dan rempah-rempah di pelabuhan Aceh. Pada
masa Iskandar Muda, ia berusaha mengembangkan tanaman lada sebagai komoditas
dagang utama. Agar harga lada di Aceh tetap tinggi, kebun-kebun di Kedah
dibabat habis, sedangkan kebun lada di Aceh terus dipelihara. Dengan cara ini,
pedagang-pedagang dari Barat hanya bisa membeli lada dari Aceh. Dengan monopoli
ini, Aceh memperoleh keuntungan yang besar.
Kerajaan Aceh memiliki hubungan
diplomatik dengan kerajaan-kerajaan lain, baik dari Barat maupun dari Timur.
Pertukaran diplomat dan kerja sama ekonomi dengan Turki telah terbina sejak
tahun 1582. Menurut Hikayat Aceh, Kerajaan Aceh telah mengadakan perjanjian
politik dan dagang dengan Kamboja, Champa, Chiangmai, Lamer, Pashula, dan Cina.
Selain itu, Aceh juga memiliki hubungan diplomatik dengan Prancis, Inggris, dan
Belanda.
Kerajaan Aceh mengalami
kemunduran sepeninggal Sultan Iskandar Muda, pada tahun 1636. Penggantinya
Sultan Iskandar Thani (1637-1641), melakukan perluasan wilayah seperti yang
dilakukan oleh sultan-sultan sebelumnya. Setelah itu, tidak ada lagi sultan
yang mampu mengendalikan Aceh. Faktor lainnya yaitu perselisihan yang terus
terjadi antara golongan Teuku dangolongan Tengku.Teuku adalah golongan
bangsawan, sedangkan Tengku adalah pemuka agama. Kerajaan Aceh bertahan selama empat
abad, sampai Belanda mengalahkannya dalam Perang Aceh (1873-1912).
4. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan
Islam yang pertama di Pulau Jawa. Kerajaan Demak berdiri sekitar abad ke-15 M.
Pendiri kerajaan ini adalah Raden Patah,seorang putra Raja Majapahit
Kertawijaya yang menikah dengan putri Campa. Secara geografis Demak terletak di
Jawa Tengah.
Pada masa Kerajaan Majapahit, Demak
merupakan salah satu wilayah kekuasaannya. Ketika Kerajaan Majapahit mengalami
kehancuran akibat perang saudara tahun 1478, Demak bangkit menjadi kerajaan
Islam yang pertama di Pulau Jawa. Candrasangkala pada Masjid Demak menyatakan bahwa
tahun 1403 Saka (1481) sebagai tarikh berdirinya Kerajaan Demak.
Kerajaan Demak berkembang menjadi
kerajaan besar, di bawah kepemimpinan Raden Patah (1481-1518). Negeri-negeri di
pantai utara Jawa yang sudah menganut Islam mengakui kedaulatan Demak. Bahkan
Kekuasaan Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi. Pada
tahun 1512 dan 1513, di bawah pimpinan putranya yang bernama Adipati Unus,Demak
dengan kekuatan 90 buah jung dan 12.000 tentara berusaha membebaskan Malaka
dari kekuasaan Portugis dan menguasai perdagangan di Selat Malaka. Karena
pernah menyerang ke Malaka Adipati Unus diberi gelarPangeran Sabrang
Lor(Pangeran yang pernah menyeberang ke utara).
Kerajaan Demak dianggap sebagai
pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Ajaran Islam berkembang dengan
pesat karena didukung oleh peranan Walisongo. Demak banyak melahirkan wali,
seperti Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Murya. Peranan
sunan-sunan yang berasal dari Demak ini sangat besar dalam penyebaran Islam di
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada masa pemerintahan Raden Patah, ia didampingi
oleh Sunan Kalijaga yang sangat berjasa dalam pembangunan Masjid Demak, yang
gaya arsitekturnya merupakan perpaduan antara gaya Jawa (Hindu) dengan gaya
Islam. Kehidupan sosial masyarakat Demak sudah mendapat pengaruh Islam, dengan
digunakannya hukum-hukum yang berlaku dalam ajaran Islam dalam kehidupan
sosial.
Perekonomian Demak berkembang ke
arah perdagangan maritim dan agraria. Ambisi Kerajaan Demak menjadi negara
maritim diwujudkan dengan upayanya merebut Malaka dari tangan Portugis, namun
upaya ini ternyata tidak berhasil. Perdagangan antara Demak dengan
pelabuhan-pelabuhan lain di Nusantara cukup ramai, Demak berfungsi sebagai
pelabuhan transito (penghubung) daerah penghasil rempah-rempah dan memiliki
sumber penghasilan pertanian yang cukup besar.
Setelah Raden Patah wafat pada
tahun 1518 M, Kerajaan Demak dipimpin oleh Adipati Unus (1518-1521). Ia menjadi
Sultan Demak selama tiga tahun. Kemudian ia digantikan oleh adiknya yang
bernama Sultan Trenggana(1521-1546) melalui perebutan takhta denganPangeran
Sekar Sedo Lepen.Untuk memperluas daerah kekuasaannya, Sultan Trenggana
menikahkan putra-putrinya, antara lain dinikahkan dengan Pangeran Hadiri dari
Kalinyamat (Jepara) dan Pangeran Adiwijayadari Pajang. Sultan Trenggana
berhasil meluaskan kekuasaannya ke daerah pedalaman. Ia berhasil menaklukkan
Daha (Kediri), Madiun, dan Pasuruan. Pada saat melancarkan ekspedisi melawan
Panarukan, Sultan Trenggana terbunuh. Pada masa Sultan Trenggana, wilayah
kekuasaan Kerajaan Demak sangat luas meliputi Banten, Jayakarta, Cirebon (Jawa
Barat), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.
Wafatnya Sultan Trenggana (1546)
menyebabkan kemunduran Kerajaan Demak. Terjadi perebutan kekuasaan antara
Pangeran Prawato(putra Sultan Trenggana) dengan Aria Panangsang (keturunan
Sekar Sedo Lepen (adik Sultan Trenggana)). Dalam perebutan kekuasaan itu, Aria
Panangsang membunuh Pangeran Prawoto dan putranya, Pangeran Hadiri. Ratu
Kalinyamat dan Aria Pangiri memohon bantuan kepada Adiwijaya di Pajang. Dalam
pertempuran itu, Adiwijaya berhasil membunuh Aria Panangsang. Setelah itu,
Adiwijaya memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Peristiwa ini menjadi akhir dari Kerajaan Demak.
5. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang yang didirikan
oleh Sultan Adiwijayapada tahun 1568,tidak berumur panjang. Kerajaan Pajang
terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur. Setelah berhasil menaklukkan
penguasa-penguasa lokal di Jawa Timur Raja Pajang memberikan hadiah kepada dua
orang yang berjasa dalam penaklukan-penaklukannya, yaitu Ki Ageng Pamanahan
danKi Ageng Panjawi. Ki Ageng Pamanahan yang telah berjasa dalam pertempuran
melawan Aria Panangsang, diberi kekuasaan di Mataram, sedangkan Ki Ageng
Panjawi diberi kekuasaan di Pati.
Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan
(1584), putranya yang bernama Panembahan Senopati Ing Alaga(Sutawijaya),
menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Mataram dan sekaligus diangkat
sebagai panglima tentara Pajang.
Setelah Sultan Adiwijaya
meninggal tahun 1582, takhta Pajang direbut Aria Pangiri(menantu Adiwijaya).
Putra Adiwijaya yang bernama Pangeran Banowomeminta bantuan kepada Adipati
Mataram, Panembahan Senopati, untuk merebut takhta kerajaan. Aria Pangiri kalah
dan melarikan diri ke Banten, sementara Pangeran Banowo menyerahkan takhta
kerajaan kepada Panembahan Senopati. Berakhirlah Kerajaan Pajang dan selanjutnya
berdirilah Kerajaan Mataram.
6. Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram didirikan oleh
Panembahan Senopati Ing Alaga (Sutawijaya) (1584-1601), pada sekitar abad
ke-16. Pusat kerajaan terletak di Yogyakarta. Ia mempunyai cita-cita untuk
mempersatukan Jawa ke dalam pengaruh kekuasaannya. Untuk itu, ia melakukan
perluasan kekuasaan ke daerah Demak, Madiun, Kediri, Ponorogo, Tuban, dan
Pasuruan. Tetapi cita-citanya itu mendapat rintangan dari daerah lainnya dan
Surabaya tidak dapat ditaklukkan. Para pelaut Belanda melaporkan tentang
ekspedisi Mataram melawan Banten sekitar tahun 1597 yang mengalami kegagalan.
Senopati meninggal tahun 1601,
dan dimakamkan di Kota Gede. Ia digantikan oleh putranya bernama Mas
Jolangterkenal dengan nama Panembahan Seda Ing Krapyak(1601-1613). Pada tahun
1602, Pangeran Puger, saudara sepupu raja yang telah diangkat sebagai penguasa
Demak melakukan pemberontakan. Pada tahun 1602, Krapyak dipaksa mundur, namun sekitar
1605 Pangeran Puger berhasil dikalahkannya. Pada masa Krapyak ini, Mataram mengadakan
kontak pertamanya dengan VOC. Pada tahun 1613 dia mengirim duta kepada Gubernur
Jenderal Pieter Both di Maluku untuk mengadakan persekutuan. Kemungkinan
Krapyak beranggapan bahwa dia dan VOC sama-sama memusuhi Surabaya.
Setelah Krapyak meninggal, takhta
kerajaan diserahkan kepada anaknya yang bernama Raden Rangsangyang terkenal
dengan gelar Sultan Agung (1613-1645). Dialah raja Mataram terbesar dalam sejarah.
Seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura mengakui kedaulatan Mataram.
Pada tahun 1625, ia berhasil menaklukkan Surabaya yang sukar dikalahkan. Di
Jawa Barat, kekuasaan Mataram tertanam di Cirebon, Sumedang, dan Ukur (Bandung sekarang).
Cita-citanya untuk mempersatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaannya tidak
berhasil. Banten yang merupakan saingan utamanya tidak berhasil dikuasai.
Pada masa kepemimpinan Sultan Agung,
Mataram mengalami kejayaan dalam berbagai bidang di antaranya dalam bidang
perekonomian. Mataram adalah sebuah negara agraris yang mengutamakan mata
pencahariannya dalam bidang pertanian. Kehidupan masyarakatnya berkembang
dengan pesat yang didukung oleh hasil bumi yang berupa beras (padi). Di bidang
kebudayaan Sultan Agung berhasil membuat Kalender Jawa, yang merupakan
perpaduan tahun Saka dengan tahun Hijriyah. Dalam bidang seni sastra, Sultan
Agung mengarang kitab sastra gending yang berupa kitab filsafat. Sultan Agung
juga menciptakan tradisi Syahadatain(dua kalimah syahadat) atau Sekaten, yang sampai
sekarang tetap diadakan di Yogyakarta dan Cirebon setiap tahun.
Tumbuhnya kerajaan Mataram yang
bersifat agraris bersamaan dengan tumbuhnya susunan masyarakat feodal. Susunan
masyarakat feodal Mataram dibedakan antara penguasa dengan yang dikuasai dan
antara pemilik tanah dengan penggarap. Ketika kekuasaan Mataram dibagi-bagi
oleh pemerintah kolonial Belanda, sistem feodalisme Mataram tetap
dipertahankan. Puncak hierarki masyarakat feodal berada di tangan raja. Untuk
melambangkan status kebesaran raja dapat dilihat dari bangunan keratonnya.
Sultan Agung membangun Keraton Mataram di Karta dan Sitinggil (Yogyakarta) pada
tahun 1614 dan 1625 yang dilengkapi dengan alun-alun, tembok keliling,
pepohonan, masjid besar, dan kolam.
Sementara itu, VOC berhasil
menduduki Batavia. Sultan Agung berusaha melakukan serangan ke Batavia (markas
VOC) pada tahun 1628 dan 1629 dengan tujuan untuk mengusir Belanda dari
Batavia, tetapi serangan itu mengalami kegagalan. Serangannya yang pertama pada
tahun 1628, membuat beberapa kali benteng VOC terancam jatuh, namun upaya ini
belum berhasil, pihak Jawa menderita kerugian besar. Pada tahun 1629, Sultan
Agung mencoba lagi melakukan serangan kedua. Serangan ini pun ternyata
mengalami kegagalan pasukan-pasukan Mataram mulai bergerak pada akhir Mei,
tetapi pada bulan Juli kapal-kapal VOC berhasil menemukan dan menghancurkan
gudang-gudang beras dan perahu-perahu di Tegal dan Cirebon yang disiapkan untuk
tentara Sultan Agung. Penyerangan terhadap Batavia hanya bertahan selama
beberapa minggu, pihak Sultan Agung banyak mengalami penderitaan yang
disebabkan oleh penyakit dan kelaparan.
Pada tahun 1645, Sultan Agung
wafat dan dimakamkan di situs pemakaman di puncak bukit tertinggi di Imogiri,
yang ia buat sebelumnya. Kerajaan Mataram kemudian dipimpin oleh putranya,
Amangkurat I (1647-1677). Pada masa pemerintahannya, Mataram mengalami
kemunduran karena masuknya pengaruh Belanda. Amangkurat I dan
pengganti-pengganti selanjutnya bekerja sama dengan VOC dan penguasa Belanda.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menguasai tanah Jawa yang subur.
Belanda berhasil memecah belah
Mataram. Pada tahun 1755 dilakukan Perjanjian Giyanti,yang membagi kerajaan
Mataram menjadi dua wilayah kerajaan, yaitu:
1) Daerah kesultanan Yogyakarta
yang dikenal dengan nama Ngayogyakarta Hadiningratdipimpin oleh
Mangkubumisebagai rajanya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I.
2) Daerah Kasunanan Surakarta,
dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwono.
Campur tangan Belanda
mengakibatkan kerajaan Mataram terbagi menjadi beberapa bagian, sehingga pada
tahun 1813 terdapat empat keluarga raja yang masing-masing memiliki wilayah
kekuasaan, yaitu:Kerajaan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Pakualaman,dan
Mangkunegaran.
7. Kerajaan Banten
Sultan pertama Kerajaan Banten ini
adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra
Fatahillah,seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan
Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak
berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah
Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari
pengaruh kekuasaan Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis (1511) membuat para pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya
melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten
berkembang menjadi pusat perdagangan. Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke
daerah penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak lama
mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan
dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570,
Sultan Hasanuddin wafat.
Penguasa Banten selanjutnya
adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya
Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai Kerajaan
Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke
pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui.
Setelah Pajajaran ditaklukkan, konon kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf digantikan oleh
Maulana Muhammad(1580-1596). Pada akhir kekuasaannya, Maulana Muhammad
menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha menaklukkan Palembang, Maulana
Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang bernama Pangeran Ratunaik
takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten mencapai
puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama Sultan Ageng
Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang kekuasaan Belanda.Usaha untuk
mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta menguasai
pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami
kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai
oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.
8. Kerajaan Cirebon
Pada masa kekuasaan Kerajaan
Pajajaran sekitar abad ke-16 M, Cirebon merupakan salah satu daerah
kekuasaannya. Selanjutnya Cirebon berada di bawah pengaruh Kesultanan Demak.
Menurut cerita di Jawa Barat, pendiri kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati
yang juga sebagai salah seorang walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat.
Nama Sunan Gunung Jati juga sering dikaitkan dengan berdirinya Jayakarta atau
Jakarta yang semula bernama Sunda Kelapa.
Menurut cerita di Banten, Sunan
Gunung Jati adalah Faletehan yang berkeinginan untuk menyebarkan Islam di
kota-kota penting Pajajaran. Akan tetapi, sumber-sumber sejarah Cirebon
mencatat bahwa Sunan Gunung Jati Wilayah Kerajaan Cirebon dan Faletehan atau
Fatahillah adalah dua orang yang berbeda. Menurut sumber tersebut Faletehan
adalah menantu Sunan Gunung Jati yang menikahi anaknya Nyai Ratu Ayu.Faletehan
kemudian menjadi Raja Cirebon setelah mertuanya wafat tahun 1570. Pada masa
pemerintahan Fatahillah, Kesultanan Cirebon berkembang sebagai pusat
perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati
mengembangkan Islam ke Majalengka, Kuningan, Kawali, Banten, dan daerah lainnya
di Jawa Barat. Pada tahun 1570, Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di
Gunung Jati Cirebon Jawa Barat.
9. Kerajaan Makasar (Goa dan
Tallo)
Makassar tumbuh menjadi pusat
perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini disebabkan letak Makassar yang
strategis dan menjadi bandar penghubung antara Malaka, Jawa, dan Maluku.
Lemahnya pengaruh Hindu-Buddha di kawasan ini menyebabkan nilai-nilai
kebudayaan Islam yang dianut oleh masyarakat di Sulawesi Selatan menjadi ciri yang
cukup menonjol dalam aspek kebudayaannya. Kerajaan Makassar mengembangkan
kebudayaan yang didasarkan atas nilai-nilai Islam dan tradisi dagang. Berbeda
dengan kebudayaan Mataram yang bersifat agraris, masyarakat Sulawesi Selatan
memiliki tradisi merantau. Keterampilan membuat perahu phinisimerupakan salah
satu aspek dari kebudayaan berlayar yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi
Selatan.
Islam masuk ke daerah Makassar
melalui pengaruh Kesultanan Ternate yang giat memperkenalkan Islam di sana.
Raja Gowa yang bernama Karaeng Tunigalloselanjutnya masuk Islam setelah
menerima dakwah dari Dato Ri Bandang. Selanjutnya Karaeng Tunigallo memakai
gelar Sultan Alaudin Awwalul-Islam(1605-1638).
Pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin (1654-1660), Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya. Ia
berhasil membangun Makassar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan
di wilayah Indonesia Bagian Timur. Pada masa Hasanuddin terjadi peristiwa yang sangat
penting. Persaingan antara Goa-Tallo (Makassar) dengan Bone yang berlangsung
cukup lama diakhiri dengan keterlibatan Belanda dalam Perang Makassar
(1660-1669). Perang ini juga disulut oleh perilaku orang-orang Belanda yang menghalang-halangi
pelaut Makassar membeli rempah-rempah dari Maluku dan mencoba ingin memonopoli
perdagangan.
Keberaniannya melawan Belanda
membuat Sultan Hasanuddin dijuluki “Ayam Jantan dari Timuroleh orang-orang
Belanda sendiri. Dalam perang ini Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi
Belanda untuk menguasai Makassar. Dengan terpaksa, Makassar harus menyetujui
Perjanjian Bongaya (1667) yang isinya sesuai dengan keinginan Belanda, yaitu:
1) Belanda memperoleh monopoli
dagang rempah-rempah di Makassar;
2) Belanda mendirikan benteng
pertahanan di Makassar;
3) Makassar harus melepaskan
daerah kekuasaannya berupa daerah diluar Makassar;
4) Aru Palaka diakui sebagai Raja
Bone.
Walaupun perjanjian sudah
ditandatangani, tetapi Sultan Hasanuddin tetap berjuang melawan Belanda.
Setelah Benteng Sombaopujatuh ke tangan Belanda, Sultan Hasanuddin turun
takhta. Kekuasaannya diserahkan kepada putranya,Mappasomba.
10. Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan
Islam yang terletak di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Selatan.
Kerajaan Banjar disebut juga Kesultanan Banjarmasin. Kata Banjarmasin merupakan
paduan dari dua kata, yaitu bandar dan masih. Nama Bandar Masih diambil dari
nama Patih Masih, seorang perdana menteri Kerajaan Banjar yang cakap dan
berwibawa.
Sebelum menjadi kerajaan Islam,
Kerajaan Banjar telah diperintah oleh tujuh orang raja. Raja pertama ialah
Pangeran Surianata(1438-1460) dan raja terakhir ialah Pangeran
Tumenggung(1588-1595). Selama Pangeran Tumenggung memerintah, situasi politik
di Kerajaan Banjar berada dalam keadaan rawan dan roda pemerintahan tidak dapat
berjalan dengan baik. Pusat pemerintahan lalu dipindahkan dari Daha ke Danau
Pagang, dekat Amuntai. Pangeran Samudera yang berada di pengasingan secara
diam-diam menyusun kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Tumenggung.
Akibatnya, pada tahun 1595
terjadi perang saudara yang berakhir dengan kemenangan di pihak Pangeran
Samudera. Keberhasilan Pangeran Samudera tidak terlepas dari dukungan umat Islam
di wilayah Banjar serta dukungan Patih Masih dengan prajurit Kerajaan Demak.
Setelah masuk Islam, Pangeran Samudera berganti nama menjadi Pangeran
Suriansyah. Kemudian ia memindahkan pusat pemerintahan ke suatu tempat yang
diberi nama Bandar Masih, sekarang Banjarmasin. Peristiwa ini tercatat sebagai
awal berdirinya Kerajaan Banjar yang bercorak Islam dan masa kebangkitan
orang-orang Islam di Kalimantan. Perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan
Banjar juga terjadi pada masa pemerintahan sultan-sultan berikutnya. Pada akhir
masa pemerintahan Sultan Hidayatullah(1650), pusat pemerintahan dipindahkan ke
Batang Mangapan, yang sekarang bernama Muara Tambangan, dekat Martapura.
Pada masa pemerintahan Sultan
Tamjidillah(1745-1778) pusat pemerintahan dipindahkan ke Martapura pada tahun
1766, pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman(1808-1825) dipindahkan ke Karang
Intan, dan pada pemerintahan Sultan Adam al-Wasi’ Billah(1825-1857) dipindahkan
kembali ke Martapura. Islam yang telah dianut oleh tokoh dan pembesar-pembesar
kesultanan ini, berkembang terus di Kalimantan. Hal ini dimungkinkan karena
mereka memberi perhatian dan dukungan yang besar terhadap perkembangannya, antara
lain adanya usaha Sultan Tahlillullah(memerintah 1700-1745) untuk mengembangkan
dakwah Islam di sana.
Sultan terakhir yang memerintah
Kesultanan Banjar ialah Pangeran Tamjidillah(1857-1859). Pengangkatan Pangeran
Tamjidillah sebagai sultan oleh Belanda mendapat tantangan dari masyarakat,
sehingga menimbulkan pergolakan. Karena tidak dapat memenuhi keinginan Belanda,
ia diturunkan dari takhta. Pada tanggal 11 Juni 1860, Belanda menghapuskan
kesultanan.Meskipun demikian, peperangan terus berkobar.
11. Kerajaan Ternate dan Tidore
Masuknya Islam ke Maluku erat
kaitannya dengan kegiatan perdagangan. Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama
dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan
Islam di Maluku yang disebut Maluku Kie Raha(Maluku Empat Raja) yaitu
Kesultanan Ternate yang dipimpinSultan Zainal Abidin (1486-1500),Kesultanan
Tidore yang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailoloyang dipimpin oleh
Sultan Sarajati, dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko.
Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar
sampai ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera.
Kerajaan Ternate dan Tidore yang
terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang
memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang
mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini
bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan
Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh,
sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan
pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan
sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai
ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate
mencapai puncak kejayaannya pada masaSultan Baabullah,sedangkan Kerajaan Tidore
mencapai puncak kejayaannya pada masaSultan Nuku.
Persaingan di antara kerajaan
Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan
dua persekutuan dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan
tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima(persekutuan lima
bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada
masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate mencapai
aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa(persekutuan sembilan
bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo sampai ke Papua.
Kerajaan Tidore mencapai aman keemasan
di bawah pemerintahan Sultan Nuku.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya
yang berkembang adalah Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro,
Kerajaan Bima di daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i,Siak Sri
Indrapura yang didirikan olehSultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak
lagi Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.
Sumber :
0 comments:
Post a Comment