Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet, yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya. Kabinet Wilopo dipimpin oleh Mr. Wilopo (tokoh PNI) dan mendapatkan dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program:
- Program dalam negeri:
- Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD);
- Meningkatkan kemakmuran rakyat;
- Meningkatkan pendidikan rakyat;
- Pemulihan keamanan.
- Program luar negeri:
- Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda;
- Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia;
- Menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif.
Hasil:
Tidak ada hasil yang cukup signifikan dari Kabinet Wilopo.
Kendala yang dihadapi:
- Masalah Angkatan Darat yang dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952. masalah ini dilatarbelakangi oleh: (1) masalah ekonomi (perkembangan ekonomi dunia kurang menguntungkan hasil ekspor Indonesia), dan (2) reorganisasi (profesionalisasi tentara) yang menimbulkan kericuhan di kalangan militer yang akhirnya menjurus ke arah perpecahan. Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H. Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu, TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan, tetapi saran tersebut ditolak. Akhirnya muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Soekarno agar membubarkan kabinet.
- Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB, pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa penjajahan Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap sebagai miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya dari peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
- Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
- Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
- Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Selain itu, peristiwa tersebut dijadikan sarana oleh kelompok yang antikabinet dan pihak oposisi lainnya untuk mencela pemerintah sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
0 comments:
Post a Comment