Blogroll

Akrab Senada, adalah Aktif dan rajin belajar sejarah nasional dan dunia. merupakan kumpulan pemikiran, program, dan materi pelajaran dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar Sejarah khususnya tingkat SMA.

Thursday, August 28, 2014

Berbagai versi tentang siapa yang menjadi dalang G30S/PKI.

Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sejak dikelarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 telah memungkinkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin D.N Aidit untuk memperluas pengaruhnya dalam pencaturan politik di Indonesia.

Kondisi sosial, politik dan ekonomi nasional yang tidak menentu

berhasil dimanfaatkan oleh PKI hanya dengan membangun

simpati di tengah masyarakat lapisan bawah yang mengalami

tekanan berat.

Dari beberapa polemik G30S/PKI, terdapat beberapa versi yang

terungkap, namun masih harus diuji kebenarannya. Adapun

beberapa versi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pertama, versi yang menyebutkan PKI adalah dalang

dari peristiwa Gerakan 30 September. Penganut versi tersebut

berpendapat bahwa PKI telah membangun kekuatan secara

sistematis. Termasuk menginfiltrasi clan memperalat oknum-
oknum

ABRI dalam rangka menghancurkan kelompok penentangnya.

Bukti pendukung versi ini adalah kehadiran Biro khusus yang

dipimpin oleh Syam Kamaruzaman, sebuah organ rahasia clan

nonstructural di bawah D.N. Aidit. Bukti lain adalah dukungan

terbuka dari surat kabar “Harian Rakyat” pads 2 Oktober terhadap

Gerakan 30 September. Selain itu, bukti versi ini diperkuat oleh

adanya pengakuan dari para pemimpin PKI di depan Mahkamah

Militer luar Biasa (Mahmilub). Njono, misalnya mengaku agar

anggota ormas PKI dilatih sebagai tenaga cadangan. Versi ini

terdapat dalam “buku putih” yang dikeluarkan oleh Sekretariat

Negara Republik Indonesia maupun buku-buku sejarah yang

diajarkan disekolah-sekolah.

Menurut hasil kesimpulan pembelaan Nyono dimuka Mahmilub

pada tanggal 19 Februari 1966, PKI-lah yang berada dibalik G30S,

dengan dalih membela Presiden Soekarno, secara pribadi maupun

untuk mengamankan “REVOLUSI” yang sedang dijalankan

Presiden Soekarno. Peristiwa G30S merupakan puncak dari

aksi revolusi atau kudeta PKI di Indonesia, yang sebelumnya

sudah didahului dengan berbagai aksi kekerasan (pembunuhan)

terhadap warga masyarakat diberbagai wilayah indonesia, yang

menentang keberadaan komunis (PKI).

Bukti kesaksian Menlu Subandrio yang sekaligus kepala BPI

(Badan Pusat Intelejen) mengatakan bahwa D.N Aidit dan Untung

Sotopo terlibat dalam aksi G30S, dimana kedua orang tersebut

adalah tokoh-tokoh utama PKI. Tetap dengan dalih yang sama,

seperti pengakuan Nyono, bahwa ada Dewan Jenderal yang

berniat menggulingkan kepemimpinan Presiden Soekarno. Namun

kalau Nyono jelas-jelas mengatakan bahwa PKI yang membasmi

Dewan Jenderal demi alasannya.

Kegagalan G30S/PKI merupakan pukulan yang paling telak bagi

sejarah perjuangan kaum komunis di Indonesia. Kehancuran

kekuatan militer G30S/PKI membuat D.N. Aidit lari ke Jawa

Tengah sedangkan Sjam, Pono dan Brigjen Suparjo mundur

kebasis camp didaerah perkebunan Pondok Gede. Pada tanggal

3 Oktober 1965, Sjam dan Pono menghadap Sudisman untuk

memberikan keterangan tentang gagalnya PKI di Kayu Awet,

Rawamangun, Jakarta. Setelah mendengar laporan tersebut,

Sudisman memerintahkan Pono untuk pergi ke Jawa Tengah

untuk melaporkan situasi terakhir di Jakarta kepada D.N. Aidit.

Pada hari yang sama, D.N. Aidit di Jawa Tengah telah

memerintahkan Pono kembali ke Jakarta membawa instruksi lisan

kepada Sudisman dan sepucuk surat kepada Presiden Soekarno.

Instruksi kepada Sudisman adalah agar anggota-angota CC PKI

yang masih ada di Jakarta melakukan upaya penyelamatan partai

dan Nyono dapat mewakili D.N. Aidit menghadiri Sidang Kabinet

Paripurna di Bogor pada taggal 8 Oktober 1965. Aidit beralasan,

dirinya tidak dapat menghadiri sidang itu karena tidak adanya

transportasi ke Bogor dari Jawa Tengah.

Dalam Sidang Paripurna di Bogor tanggal 8 Oktober 1965, Nyono

membacakan teks yang intinya menyebutkan bahwa bahwa

PKI sama sekali tidak terlibat dalam apa yang disebut gerakan

30 September 1965. Secara rahasia, beberapa pentolan PKI

juga mengadakan rapat yang membahas serangkaian peristiwa

terahir setelah serangkaian G30S PKI dan melakukan konsolidasi

partai. tanggal 12 Oktober 1965, dirumah Dargo, tokoh PKI Solo,

dilakukan rapat gelap antara D.N. Aidit, Pono dan Munir (anggota

PKI yang baru tiba dari Jawa Timur).

Dalam rapat itu dikatakan bahwa kegagalan gerakan September

akan membuka kedok keterlibatan PKI. Keberadaan PKI

melakukan perjuangan secara parlementer sudah tidak mungkin

dilakukan lagi. Munir melakukan usulan untuk dilakukan gerakan

bersenjata, usulan Munir pada prinsipnya disetujui oleh peserta

rapat. Aidit menugaskan Ponjo untuk meneliti daerah mana

saja yang memungkinkan untuk dijadikan basis PKI guna

melaksanakan perjuangan bersenjata, daerah yang diusulkan

untuk ditinjau adalah Merapi, Merbabu serta Kabupaten Boyolali,

Semarang dan Klaten.

Belum lagi kegiatan itu direalisasikan, gerakan pasukan RPKAD

telah memasuki kota Solo. Walau PKI berusaha melawan, namun

pada operasi pembersihan yang dilakukan RPKAD di Boyolali, DN

Aidit terbunuh. Kejadian demi kejadian berlangsung dengan

amat cepat. Rakyat sudah tidak percaya lagi pada PKI. Rakyat

bersama-sama dengan mahasiswa dan militer yang masih setia

pada konstitusi negara merapatkan barisan dan bergabung dalam

satu front melawan PKI. ahirnya legalisasi PKI sudak tidak mampu

dipertahankan oleh pengikutnya.Lewat ketetapan MPRS-RI.

NO.XXV/MPRS/1966, PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai

organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Bukan itu saja, lewat ketetapan yang sama, paham Komunis dan

Marxis-Leninisme dinyatakan haram berada di negara Indonesia.

2. Kedua, ada versi yang menyebutkan bahwa dalang dari

peristiwa Gerakan 30 September merupakan akibat dari konflik

intern di dalam tubuh Angkatan Darat. Versi ini dikemukakan oleh

Ben Anderson clan Ruth Mc Vey dalam kertas kerjanya yang

kemudian dikenal sebagai Cornell Paper. Dalam versi ini kedua

ahli tersebut menyatakan bahwa PKI tak memiliki motif melakukan

kudeta karena saat itu situasi politik sangat menguntungkan PKI.

Oleh karena itu, upaya terbaik PKI adalah mempertahankan status

quo clan sebaliknya bukan mengacaukannya dengan peristiwa

berdarah yang akan merugikan posisinya.

Dalam pandangan versi ini, peristiwa Gerakan 30 September

adalah puncak kekecewaan dari berbagai perwira menengah Jawa

atas kepemimpinan di AD. Para perwira “progresif” itu menilai

bahwa para jendral AD “telah disilaukan oleh kehidupan Jakarta

yang gemerlap” sehingga perlu “diingatkan”.

3. Ketiga, ada yang menyebutkan bahwa Letjen Soeharto

adalah orang yang sesungguhnya berada dibalik peristiwa

Gerakan 30 September. Mereka lantas menyodorkan sejumlah

fakta. Sebagai Panglima Kostrad ia adalah jendral yang biasa

mewakili Panglima AD bila yang bersangkutan pergi ke luar negeri

dan pemegang komando pasukan. Namun, dalam posisi itu,

Soeharto tak masuk dalam daftar korban penculikan. Logikanya,

pihak lawan harus mengutamakan pembersihan terhadap

orang-orang yang memiliki pasukan dan memegang komando.

Kecuali bila ia dianggap sebagai “kawan” atau setidak-tidaknya

diperkirakan akan bersimpati terhadap gerakan tersebut.

Dikatakan bahwa Soeharto adalah orang yang haus akan

kekuasaan, dapat dilihat ketika ia berturut-turut menjadi Presiden

sampai 32 tahun lamanya. Pada saat itu, halangan Soeharto untuk

mencapai tampuk kekuasaan adalah senior-senior AD-nya dan

PKI yang dekat dengan Soekarno. G30S adalah cara bagus untuk

menyingkirkan dua musuhnya sekaligus. Dengan terbunuhnya

panglima-panglima AD, ia memiliki alasan untuk membasmi PKI

yang dituduh melakukannya. Kedekatannya pada Letkol Untung,

pelaksana lapangan operasi G30S, membuat tuduhan terhadap

dirinya semakin nyata. Setelah Orde Baru berakhir, banyak sekali

buku yang terbit mengacu pada G30S/Soeharto. Belum memiliki

bukti, yang terdapat di sana hanyalah berupa prediksi-prediksi

yang logis.

4. Keempat, versi lain yang menyebutkan bahwa Gerakan

30 September terjadi karena adanya campur Langan Bari Central

Intelligence Agency (CIA). Dinas intelejen Amerika Serikat itu

dianggap memprovokasi PKI agar melakukan kudeta. Tapi, kudeta

itu dikondisikan sedemikian rupa supaya berlangsung secara

premature. Dengan begitu, PKI bisa langsung dihancurkan.

Pada saat Perang Dingin, kepentingan AS jelas sekali, yaitu untuk

mencegah sebuah negara menjadi negara komunis atau pro-
komunis. Hal ini telah terbukti pada intervensinya di Korea maupun

Vietnam. PKI pada saat itu merupakan partai komunis terbesar

ketiga di dunia. Setelah operasi G30S berhasil menyingkirkan

PKI (komunis) dan juga Soekarno (anti barat), Indonesia Orde

Baru menggandeng erat kapitalisme AS. Artinya, dari hasil yang

ditimbulkan, adalah sangat masuk akal bahwa CIA/AS adalah

dalang di balik ini semua.

Versi ini dikemukakan oleh Peter Dale Scott, guru besar

Universitas California, Amerika Serikat. Namun, menurut Audrey

dan George Mc Turner Kahin dalam buku “Subversion as a

Foreign Policy”, pihak Inggrislah yang paling memiliki motif untuk

medesakkan perubahan politik di Indonesia. Alasannya, dengan

perubahan politik, Inggris tidak perlu lagi mengucurkan dana

besar-besaran untuk mempertahankan Malaysia dari politik

confrontasi yang saat itu dijalankan pihak Indonesia.

5. Kelima, versi yang menyebutkan bahwa peristiwa Gerakan

30 September adalah sebuah skenario Presiden Soekarno untuk

melenyapkan oposiosi dari Para perwira tinggi yang menentang

sikap politiknya. Versi ini dikemukakan oleh Anthony Dake,

sejarawan Amerika Serikat. Kesimpulan tersebut didasarkan atas

kesaksian Bambang Widjonarko, ajudan Presiden, di Mahmilub.

Pihak Amerika Serikat juga percaya dengan versi tersebut,

terutama karena kemunculan Soekarno di Pangkalan Halim

Perdanakusuma, perlindungannya kepada sejumlah pemimpin

PKI, dan ketidakmampuannya untuk memperlihatkan simpati atas

terbunuhnya pars jendral.

6. Dan versi terakhir yang menyebutkan bahwa Presiden

Soekarno ikut campur dalam peristiwa Gerakan 30 September.

Menurut Prof CA Dake, Presiden Soekarno-lah yang menjadi

mastermind, bukan PKI, bukan pula Soeharto. Dake juga

menepis tuduhan banyak pihak bahwa Amerika berkonspirasi

dengan jenderal-jenderal kanan untuk menggulingkan kekuasaan

Soekarno. bahkan menyebut Presiden Soekarno sebenarnya

mengetahui rencana PKI sebelumnya. Sebagai indikasi, adanya

“Surat rahasia” yang diberikan kepada Presiden Soekarno di seta-
seta scars pertemuan persatuan ahli teknik di Senayan, Jakarta

pada 30 September 1965. Surat tersebut konon berasal dart

kolonel Untung Sutopo.

Versi ini terdapat dalam kumpulan clokumen’ CIA yang diterbitkan

pads 1995, yaitu “The Coup that Backfired” .Dokumen tersebut

juga menyebutkan adanya pertemuan antara Brigjen Sugandhi,

Kepala Penerangan Hankam, dan Presiden Soekarno pada 30

September 1965 Siang. Dalam pertemuan itu, Brigjen Sugandhi

memberitahukan tentang rencana kudeta PKI yang diketahuinya

dari pembicaraannya dengan D.N. Aidit dan Sudisman. Tap!,

konon, Presiden Soekarno justru marsh dan menyebut Sugandhi

sebagai seorang komunisfobia. Presiden Soekarno kemudian

memerintahkan Sugandhi untuk tutup mulut.

Lebih jauh W.F. Wertheim, sejarawan Belanda, mengatakan

Soeharto memiliki hubungan dengan semua perwira AD yang

terlibat Gerakan 36 September. Misalnya, Kolonel Untung Sutopo

dan Kolonel Latief yang merupakan bekas anak bush clan dikenal

dekat dengan Soeharto. Keterangan Soeharto yang berubah-
ubah juga membangkitkan rasa curiga. Dalam wawancara dengan

majalah “Der Spiegel”, Juni 1970, Soeharto mengaku s-Mpat

berbincang dengan Kolonel Latief di RSPAD Gatot Subroto pads

30 September malam.

Namun, dalam buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan

Saya,” Soeharto menyatakan hanya melihat Kolonel Latief dari

kejauhan. Berdasarkan pengakuan dari Kolonel Latief sendiri

disebutkan bahwa memang pads malam itu ia bertemu dan

melaporkan tentang rencana penculikan Para jendral AD kepada

Soeharto. Namun, Soeharto tidak mengambil tindakan.

Dari sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat

(CIA) yang baru dibuka yang bertanggalkan 13 Januari 1965

menyebutkan sebuah percakapan santai Soekarno dengan

para pemimpin anti-komunis bahwa ia masih membutuhkan

dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia dan oleh karena itu ia

tidak bisa menindak tegas mereka. Namun ia juga menegaskan

bahwa suatu waktu “giliran PKI akan tiba. Soekarno berkata,

“Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu.

... Untukku, Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya

akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang.” Pelaksana

langsung operasi G30S adalah pasukan Cakrabirawa (pasukan

penjaga keamanan Presiden) yang dipimpin oleh Letkol Untung.

Karena merasa dirinya akan dikudeta oleh jendera-jenderalnya,

ia mengambil tindakan pencegahan dengan memerintahkan

Cakrabirawa untuk membereskan mereka.

Pertanyaan apakah Soekarno terlibat atau mendalangi G30S,

sebetulnya sudah dijawab Jenderal Soeharto pada Maret 1967

dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat

(Sementara). Dalam pidato itu Soeharto selaku pemegang

Supersemar mengemukakan, Bung Karno tidak dapat digolongkan

sebagai penggerak langsung, dalang, atau tokoh G30S/PKI.

Kesimpulan itu didasarkan empat fakta yaitu :

1. Pertama, laporan mantan Men/Pangau Laksamana Madya

Omar Dani 29 September 1965 mengenai adanya rasa tidak puas

sejumlah perwira muda anak buah Brigjen Soepardjo terhadap

pimpinan AD. Atas laporan itu, Presiden memerintahkan Omar

Dani dan Soepardjo untuk menghadap lagi pada 3 Oktober 1965.

2. Kedua, laporan Brigjen Sugandhi kepada Presiden

Soekarno pada 30 September 1965 bahwa PKI mungkin akan

melakukan coup. Atas laporan itu, Presiden memarahi dan

memperingatkan Sugandhi.

3. Ketiga, pada 30 September 1965 malam setelah

mengunjungi Mubestek (Musyawarah Besar Teknik) di Istora

Senayan, Presiden tidak bermalam di Istana, tetapi di rumah Ny

Sari Dewi di Jalan Gatot Subroto. Pagi harinya, 1 Oktober sekitar

pukul 06.00, Presiden bermaksud kembali ke Istana setelah

minta pertimbangan dari pengawal dan mendapat laporan singkat

mengenai peristiwa pagi itu.

4. Keempat, pada 30 September 1965 Presiden memanggil

Jenderal Yani untuk menghadap pada 1 Oktober 1965.

Rencananya akan membahas lagi tentang keberadaan Dewan

Jenderal.

Dake menulis (dalam Sukarno File), penciutan staf Kedubes AS

di Jakarta sebagai salah satu bukti ketidakterlibatan Washington.

Itu keliru. Pengurangan staf Kedubes AS sengaja dilakukan

dengan tujuan agar kekuatan antikomunis dan kaum ekstremis

lain di Indonesia free to handle a confrontation, which they

believe will come, without the incubus of being attacked as

defenders of the neo-colonialists and imperialists (surat Dubes

AS, Ellsworth Bunker kepada Presiden Lyndon B Johnson). Meski

ada penciutan staf kedubes, Bunker menasihati Presiden Johnson

agar Washington tetap aktif melakukan kontak rahasia dengan

constructive elements of strength in Indonesia.

Lashmar dan Oliver dalam Britain Secret Propaganda War (1987)

menulis, pada 1962 Presiden John F Kennedy dan PM Inggris

Harold Macmillan mengadakan kesepakatan rahasia bahwa

Soekarno harus dilikuidasi (baca: disingkirkan) karena dinilai telah

mengancam stabilitas Asia Tenggara, selain telah membawa

Indonesia ke gerbang komunisme.

Namun, menurut Lashmar dan Oliver, secara fisik kedua negara

Barat itu tidak berperan nyata dalam G30S. Yang digulirkan

AS dan Inggris, bersama Malaysia dan Selandia Baru, adalah

perang propaganda untuk memperlemah kekuasaan Soekarno,

memperkuat anasir-anasir kekuatan militer pro-Barat dan

memisahkan rakyat Indonesia dari PKI. Isu-isu Dewan Jenderal,

rencana AD menggulingkan kekuasaan Soekarno, sakitnya

Presiden Soekarno serta Dokumen Gilchrist, semua itu, menurut

Lashmar dan Oliver, tidak lebih hasil gemilang propaganda dan

perang urat saraf negara-negara Barat, khususnya dinas intelijen

M-16 dari Inggris.

Artikel singkat Prof Benedict R Anderson dan Ruth McVey, “What

Happened in Indonesia?” (1978), menarik dicermati. Ia pun

menggugat sangkaan keterlibatan Bung Karno. Semua orang

tahu, Aidit Ketua Umum PKI amat dekat dengan Soekarno. Semua

orang tahu jika PKI meyakini AD akan melancarkan kudeta,

terutama karena mengkhawatirkan keadaan negara jika Soekarno

wafat.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More