Blogroll

Akrab Senada, adalah Aktif dan rajin belajar sejarah nasional dan dunia. merupakan kumpulan pemikiran, program, dan materi pelajaran dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar Sejarah khususnya tingkat SMA.

Friday, April 12, 2013

Ruang Lingkup Sejarah



1.     Sejarah sebagai Peristiwa

Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau tentunya ada yang penting untuk dibahas, ada pula yang tidak. Sebuah peristiwa disebut penting  bila kemudian peristiwa itu cukup berpengaruh terhadap  masa selanjutnya.  Bisa saja peristiwa penting  tersebut pada waktu kejadiannya  tidaklah  begitu penting,  namun  setelah peristiwa tersebut berlalu barulah dirasakan pengaruhnya terhadap  kehidupan di masa berikutnya.
Berkenaan  dengan  konsep  sejarah  sebagai peristiwa  maka kita  kita  akan  membicarakan tentang  kejadian,  kenyataan, aktualitas  yang telah  terjadi  atau berlangsung  pada masa yang lampau. Lalu kita bertanya  Apakah yang kita namakan peristiwa atau kejadian?”. Tentunya secara mudah  kita  menjawab  bahwa kejadian adalah hal sudah terjadi. Bersambung dengan pertanyaan Apakah yang terjadi?“. Pertanyaan ini  membuat  kita  berpikir bahwa banyak  sekali jawaban yang bisa kita berikan  berkaitan dengan kehidupan manusia yang terjadi pada masa lampau. Apa saja yang terjadi  dan terbentuk pada masa yang lampau  adalah kejadian,  terutama  yang  berhubungan dengan  kehidupan manusia.
Peristiwa penting itulah yang merupakan pokok pembicaraan dalam  sejarah.  Sejaradi sini  mengandung sebuah  peristiwa penting.  Berkenaan  dengan  konsep  sejarasebagai peristiwa, maka kita senantiasa membicarakan tentang kejadian, kenyataan, aktualitas  yang telah terjadi  atau berlangsung  pada masa silam. Apakah itu peristiwa? Peristiwa adalah sebuah gerak yang terjadi pada suatu masa dan mengakibatkan peristiwa lainnya. Peristiwa dalam cakupan sejarah berarti segala sesuatu yang telah berlangsung pada waktu yang telah lalu dan menimbulkan akibat padkehidupan manusia  padwaktu  itu  dan  padmasa setelahnya. Para sejarawan tak hanya mencatat rangkaian peristiwa  yang terjadi,  namun  juga mencobmenelusuri latar belakang atau sebab-musabab peristiwa muncul.
Bila kita membaca  buku  yang berjudul,  misalnyaPeristiwa Penting Seputar Drama Rengasdengklok maka kita membaca runtutan atau adegan tokoh-tokoh pemuda yang terlibat  dalam pertemuannya dengan Soekarno dan Hatta sebagai sebuah sejarah.

2.     Sejarah sebagai Kisah

Membicarakan sejarasebagai kisah  berarti  berbicara  sejarah sebagai sebuah cerita dalam berbagai bentuk, baik narasi maupun tafsiran dari suatu peristiwa sejarah. Kisah ini pun dapat berupa tulis atau lisan. Secara tulisan, kisah sejarah ini dapat dilihat dalam bentuk tertulis seperti pada buku, majalah atau surat kabar. Secara lisan, kisah dapat diambil dari ceramah, percakapan atau pelajaran di sekolah. Sejarah merupakan suatu kisah yang diceritakan dalam berbagai bentuk, baik narasi maupun tafsiran dari suatu kejadian. Secara tulisan  kisah  ini  akan  didapat  dalam  bentuk  tulisan  di buku,  majalah atau surat kabar. Secara lisan, kisah didapat  dari ceramah, percakapan  atau pelajaran di sekolah.
Oleh karena  sejarah di sini bersifat  kisah atau cerita maka isi  kisahnya  pun  berbeda  bergantung kepada  siapa  yang menyampaikannya, kepentinganserta  latar  belakang  si penyampai  kisah bersangkutan. Kisah yang dituturkan berbeda karena  setiap  orang  akan  memberikan tafsiran  yang berbeda tentang peristiwa yang dilihatnya. Dengan demikian, akan cukup bijaksana apabila sejarah dikisahkan itu disertai pula oleh uraian mengenai sifat-sifat orang yang menyampaikan sejarah.
Contoh sejarah sebagai kisah adalah kisah mengenai Sultan Iskandar Muddalam  Hikayat  Aceh. Dalam  hikayat  ini diceritakan cukup  detail  mengenai  masa kecil Iskandar  Muda hingga ia memerintah Kerajaan  Aceh dengan  cukup  bijaksana. Di sini kita melihat sosok positif dari sultan tersebut karena yang menulis hikayat pun adalah orang dalam Aceh. Dengan demikian sejarah sebagai kisah subjektif sifatnya. Contoh lain adalah kitab- kitab  yang ditulis  oleh  para  pujangga  istana  di Jawa seperti Negarakretagama,   Pa raraton Kidun Sundayana CaritParahyangan, dan lain-lain.

3.     Sejarah sebagai Ilmu

Sejarah sebagai ilmu baru lahir pada awal abad ke-20. Pada waktu itu tengah  terjadi perdebatan ilmiah  di antara ilmuwan tentang sejarah. Perdebatan ini terjadi di Jerman pertama kali, melibatkan para ahli filsafat dan sejarawan. Yang diperdebatkan adalah apakah sejarah dapat digolongkan sebagai cabang ilmu pengetahuan atau merupakan sebuah seni.
Ilmu sejarah sendiri sudah mulai berkembang pada abad ke-19, seiring dengan  perkembangan ilmu dan sains yang lainnya. Pengetahuan sejarah ini mencakup  kondisi atau situasi manusia pada suatu masa yang hidup  dalam jenjang sosial tertentu. Ilmu sejarah  berusaha  mencari  hukum-hukum yang mengendalikan manusia dan kehidupannya dan juga mencari penyebab timbulnya perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia.
Sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan hendaknya dibahas dan dibuktikan secara keilmuan  (ilmiah)Untuk  membuktikan keilmiahannya, dalam menganalisis sejarah seyogyanya digunakan berbagai standar  dan metode-metode ilmiah.  Dengademikian, kesahihan penelitian sejarah dapat dipertanggung-jawabkan secara moral dan keilmuwanOleh karena itu, ketika akan mempelajari sebuah  objek sejarah  maka harus  dibuat  metode  ilmiah  secara sistematis dengan tujuan memperoleh kebenaran  sejarah.
Sejarah sebagai ilmu adalah suatu susunan  pengetahuan (a body of Knowledge) tentang  peristiwa  dan cerita yang terjadi  di masyarakat  manusia  pada  masa lampau  yang disusun  secara sistematis  dametodis  berdasarkan asas-asas, prosedur  dan metode serta teknik  ilmiah  yang diakui oleh para pakar sejarah. Sejarah sebagai ilmu mempelajari  sejarah sebagai aktualitas  dan mengadakan penelitian serta pengkajian  tentang  peristiwa  dan cerita sejarah. Sejarah sebagai ilmu juga menjelaskan pengetahuan tentang  masa lalu yang berusaha  menentukan dan mewariskan pengetahuan mengenai masa lalu suatu masyarakat tertentu. Ada beberapa ciri ketika sejarah dikategorikan sebagai ilmu:
(a)   Empiris
Sejarah  sangat  berkaitan  dengan  pengalaman  manusia. Pe ngalaman  tersebu direka dalam  dokume dari peninggalan-peninggalan sejarah  lainnya.  Sumber-sumber tersebut  kemudian diteliti  oleh para sejarawan untuk  bisa dijadikan fakta. Fakta-fakta itulah yang kemudian diinterpretasikan dan dilakukan penulisan sejarah.
(b Memiliki  Objek
Setiap ilmu  pengetahuan tentunya harus  memiliki  tujuan dan  objek  materi  atau  sasaran  yang jelas dan  memiliki perbedaan  dengan  dengan  ilmu  yang lain.  Sebagai mana umumnya ilmu-ilmu lain, yang menjadi objek dalam kajian sejarah adalah manusia  dan masyarakat  pada kurun  waktu tertentu
(c)   Memiliki  Teori
Ilmu pengetahuan sosial pada umumnya memiliki teori-teori tertentu. Sejarah mempunyai teori yang berisi  yang berisi kaidah-kaidah pokok suatu ilmu. Seperti misalnya teori yang dikemukakan oleh Arnold Toynbee mengenai teori Challenge and Response.
(d)   Memiliki  Metode
Dalam  rangka  penelitian, sejaramempunyai metode tersendiri dengan  melakukan pengamatan yang sistematis. Inuntuk  menghindari suatu  pernyataan tidak  didukung oleh bukti-bukti yang kuat maka pernyataan tersebut itu bisa ditolak.  Dengan  menggunanan metode  sejarah  yang tepat seorang sejarawan bisa meminimalisir kesalahan  dan dapat membuat  kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan.

4.     Sejarah sebagai Seni

Sejarah pun  dapat  berperan  sebagai seni yang mengedepankan nilai estetika. Jadi, sejarah dalam hal ini bukanlah dipandang dari segi etika  atau  logika.  Menurut pemikiran Dithley,  seorang sejarawan dan filsuf modern, sejarah adalah pengetahuan tentang cita rasa. Sejarah tidak saja mempelajari segala yang bergerak dan berubah  yang tampak  dipermukaan, namun  juga mempelajari motivasi yang mendorong terjadinya perubahan itu bagi si pelaku sejarah. Ia mempelajari suatu proses dinamis kehidupan manusia yang di dalamnya  terlihat adanya hubungan sebab-akibat  yang lumayan  rumit.  Dithley  meragukan teori  yang diungkapkan Comte, Mills, dan Spencer yang menyatakan bahwa metode ilmu alam  dapat  dipergunakan dalam  mempelajari  sejarah  tanpa modifikasi  berkelanjutan.
Memang benar bahwa sejarah dapat digali melalui metode ilmiah.  Akan tetapi, sejarah itu sendiri  memiliki  jiwa atau roh, yang tak lain adalah jiwa yang terdapat dalam diri manusia sebagai pelaku sejarah. Jiwalah yang merupakan nyala api manusia dalam kehidupannya. Pendekatan terhadap jiwa sejarah ini hanya dapat dilakukan oleh seni. Jika suatu  peristiwa  sejarah tak dapat lagi dibuktikan melalui  metode  ilmiah  maka  seorang  sejarawan diharapkan mampu  mengungkap apa  yang  tersirat  dalam peristiwa itu melalui daya imajinasi. Imajinasi ini sangat diperlukan dalam menginterpretasikan sejarah ketika data-data, jejak-jejak, dan informasi sejarah dirasa belum cukup dalam menafsirkan peristiwa sejarah.
Melalui pendekatan seni, fakta sejarah akan menjadi  lebih hidup  dan bernyawa. Kita pun akan lebih menghayati  kejadian sejarah, dapat lebih menghargai  tokoh atau manusia yang terjun langsung  dalam  tragedi  dan  peristiwa  sejarah.  Kita  bisa lebih menghayati  momentum sejarah,  misalnya,  dengan  membaca sastra-sejarah  (biasanya dalam bentuk  novel, roman).
Misalnya dengan membaca novel Arus Balik karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang menceritakan perubahan politik yang terjadi di Nusantara pada masa Kerajaan Demak mendominasi Kepulauan Nusantara, ketika  bangsa Portugis  (Peringgi)  telah menguasai Selat Malaka. Meskipun tokoh utama dalam novel ini (Wiranggaleng dan Idayu) bersifat fiktif, namun sebagian tokoh lainnya adalah pelaku sejarah yang nyata. Dengan membaca novel- sejarah, kita juga akan membaca sejarah sebagai kisah dan peristiwa, di samping sebagai seni tentunya. 
Sejarah sebagai seni dapat menuntun kita kepada realitas bahwa pelaku sejarah adalah manusia juga seperti kita yang memiliki rasa cinta, persahabatan, tanggung jawab sebagai individu dan selaku warga negara. Melaluinya kita dapat melihat pula kelemahan, rasa takut, sedih, dan kecewa dari mereka para pelaku sejarah. Dengan demikian, sejarah akan menjadi sajian yang kering bila tanpa seni, untuk itu sejarawan memerlukan unsur-unsur seni berupa: intuisi (ilham), yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Imajinasi yang mempunyai arti bahwa sejarawan harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi dan apa yang terjadi sesudah itu. Emosi dengan perasaan sejarawan diharapkan dapat mempunyai empati untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. 
Sejarawan diharapkan bisa menghadirkan peristiwa sejarah seolah-olah mengalami peristiwa sejarah tersebut, sebagai contoh ketika perasaan ini diungkapkan ketika sejarawan menuliskan sejarah tentang revolusi semasa perang kemerdekaan dapat mewariskan nilai-nilai perjuangan bangsa. Gaya Bahasa, dengan gaya bahasa yang baik dalam arti tidak sistematis dan berbelit-belit akan sangat dimengerti, gaya bahasa juga digunakan terkait dengan penggunaan bahasa pada zaman tertentu seperti di zaman Orde Lama yang akrab dengan kata-kata progresif revolusioner, ganyang, marhaenisme, nasakomisasi.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More