1. Kondisi Ekonomi RI Pasca Proklamasi
Pada
dekade pertama bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaan, kondisi perekonomian
sangatlah memprihatinkan. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari suatu
negara yang baru merdeka. Kas keuangan negara masih kosong karena belum adanya
cadangan devisa atau pendapatan negara yang berarti. Selain itu, inflasi mata
uang terus membumbung tinggi karena banyak beredarnya berbagai jenis mata uang
yang tidak terkendali, seperti mata uang Jepang, mata uang yang dikeluarkan De Javasche Bank, dan mata uang NICA.
Sebelum keluarnya mata uang ORI (Oeang Republik Indonesia) pada bulan Oktober
1946 atas inisiatif Moh. Hatta, pemerintah pernah memberlakukan tiga mata uang
asing seperti yang disebutkan di atas
secara sekaligus.
Kondisi
perekonomian Indonesia semakin diperparah dengan tindakan Belanda yang
melakukan blokade perdagangan dengan kapal-kapal perangnya terhadap
pelabuhan-pelabuhan penting di Indonesia, sehingga banyak barang-barang atau
komoditas perdagangan tidak bisa di ekspor ke negara lain dan sebaliknya
barang-barang perdagangan dari luar pun tidak bisa masuk ke Indonesia. Dengan
demikian, aktivitas perdagangan di Indonesia mengalami kemacetan. Kondisi
seperti itulah yang memang diharapkan Belanda untuk membuat pemerintah
Indonesia menjadi lemah, sehingga pada akhirnya akan timbul rasa
ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah RI.
Pada
bulan Februari 1946, pemerintah merancang pemecahan masalah-masalah ekonomi
dengan menyelenggarakan Konferensi Ekonomi. Yang terutama sekali dibahas adalah
masalah-masalah mendesak seperti meningkatkan produksi dan distribusi bahan
makanan, masalah sandang, serta persoalan status dan administrasi
perkebunan-perkebunan milik asing. Konferensi menghasilkan konsepsi untuk
secara berangsur-angsur menghapuskan sistem autarkhi lokal warisan Jepang, dan
menggantinya dengan sistem sentralisasi. Bahan makanan akan ditangani oleh
pemerintah secara sentral dalam wadah Badan Pengawasan Makanan Rakyat, yang
kemudian menjadi Bahan Persediaan dan Pembagian Bahan makanan (PPBM).
Selanjutnya semua perkebunan tanpa kecuali akan diawasi oleh pemerintah untuk
meningkatkan produksi.
Usaha
lain untuk memecahkan masalah ekonomi secara konsepsional, praktis dan
realistis adalah pembentukan Badan Perencanaan Ekonomi. Kemudian I.J. Kasimo
yang pada waktu itu Menteri Persediaan Makanan Rakyat, menghasilkan rencana
produksi lima tahun yang terkenal dengan sebutan Plan Kasimo. Plan Kasimo ini
berisi anjuran untuk memperbanyak kebun bibit dan padi unggul. Pemerintah
juga berusaha mendorong para pengusaha swasta untuk ikut serta dalam
perkembangan ekonomi nasional. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE), wadah daripada
pengusaha swasta yang telah berdiri sejak zaman Jepang, digiatkan kembali.
Pada tanggal 1 November 1946, didirikan Bank Negara Indonesia (BNI) yang
berfungsi untuk menjaga nilai tukar rupiah serta valuta asing yang ada di
Indonesia.
|
|
2. Kondisi Politik RI Pasca Proklamasi
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, seluruh rakyat Indonesia
menyambut dengan gembira. Tidak kurang dari satu jam, teks proklamasi
kemerdekaan RI telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita
Domei, Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks tersebut dari salah seorang
wartawan Domei yaitu Syahrudin. Kemudian memerintahkan F. Wuz seorang markonis
untuk menyiarkan berita proklamasi itu sebanyak tiga kali berturut-turut.
Selanjutnya berita proklamasi juga disebarkan melalui radio, pers, dan
surat-surat selebaran. Slogan-slogan dan semboyan perjuangan Indonesia Merdeka
ditempelkan dan dicatkan pada didnding-dinding dan tembok-tembok. Pekik
perjuangan “Merdeka” mulai diberlakukan tanggal 1 September 1945. Selain itu
dipopulerkan semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” dan “Merdeka atau Mati”.
Ucapan-ucapan tersebut menunjukkan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan
sekalpiun nyawa menjadi taruhannya.
Dalam
perkembangan berikutnya, di Jakarta, para pemuda yang dipelopori oleh Komite
van Aksi Menteng 31 merencanakan untuk mengerahkan massa dalam rapat raksasa di
lapangan Ikada. Tujuannya, selain agar para pemimpin RI berbicara langsung di
hadapan mereka, juga dalam rangka persiapan untuk merebut kekuasaan dari tangan
Jepang supaya kedaulatan RI dapat ditegakkan.
|
Persiapan rapat raksasa di lapangan Ikada lebih
dimatangkan lagi dalam sidang kabinet pada tanggal 19 September 1945 di
kediaman Presiden Soekarno. Selanjutnya Bung Karno dan Bung Hatta disertai
para menterinya menuju lapangan Ikada yang dijaga ketat oleh beberapa tentara
Jepang. Kedatangan mereka disambut meriah oleh massa yang juga membawa
berbagai senjata tajam. Presiden Soekarno pada waktu itu hanya berbicara
singkat. Ia meminta kepada seluruh rakyat untuk mendukung jalannya
pemerintahan dan mentaati segala ketentuan yang telah ditetapkan.
|
Gema Proklamasi Kemerdekaan RI akhirnya sampai di daerah-daerah
Indonesia, walaupun terlambat karena sulitnya komunikasi serta adanya
berita-berita yang disensor oleh Jepang bila menyangkut masalah proklamasi.
Rakyat di daerah berusaha merebut kekuasaan dari tangan Jepang, baik dengan
jalan perundingan maupun dengan kekerasan bersenjata. Milik pemerintah Jepang,
seperti gedung, mobil, dan sebagainya dinyatakan milik Republik Indonesia.
Pada
bulan September 1945, di beberapa Keresidenan di Jawa menyatakan diri sebagai
bagian dari Pemerintah RI. Seluruh instansi yang sebelumnya dikuasai Jepang
berhasil direbut, termasuk persenjataan. Di Bandung, para pemuda aktif
bergerak. Mereka berhasil merebut Pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata Artilerie
Constructie Winkel (sekarang Pindad)
pada tanggal 17 Oktober. Sementara itu di Yogyakarta sejak tanggal 26 September
1945, secara serentak terjadi perebutan kekuasaan. Komite Nasional Indonesia
Daerah Yogyakarta mengumumkan, bahwa kekuasaan berada pada pemerintah RI.
Di
Surabaya, selama bulan September 1945 terjadi perebutan senjata di gudang
mesiu Don Bosco dan Markas Pertahanan Jawa Timur. Para pemuda juga berhasil
merebut markah-markas Jepang dan pabrik-pabrik di seluruh kota. Mereka juga
berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di Hotel Yamato pada tanggal 19
September, setelah sebelumnya terjadi insiden dengan serdadu Belanda eks
tawanan Jepang yang berhasil menguasai Hotel Yamato. Mereka mengibarkan
bendera Belanda, Merah-Putih-Biru. Rakyat menjadi marah dan menyerbu hotel
serta merobek warna birunya, sedangkan yang Merah dan Putihnya terus
dikibarkan kembali. Peristiwa tersebut kemudian dikenal dengan “Insiden
Bendera”.
|
|
Bentrokan
besar terjadi di Semarang pada tanggal 15-20 Oktober 1945 yang terkenal dengan
Pertempuran 5 Hari Semarang. Insiden terjadi ketika tentara Jepang dari penjara
Cipinang dipindahkan ke Semarang dan melakukan pemberontakan terhadap BKR.
Dalam bentrokan tersebut, diperkirakan seribu tentara Jepang tewas, sedang
dipihak BKR sekitar dua ribu orang gugur termasuk Dr. Karyadi, Kepala Lab.
Rumah Sakit Umum Semarang. Masih banyak lagi usaha-usaha rakyat di berbagai
daerah Indonesia untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang setelah mengetahui
bahwa Indonesia sudah merdeka.
0 comments:
Post a Comment