Blogroll

Akrab Senada, adalah Aktif dan rajin belajar sejarah nasional dan dunia. merupakan kumpulan pemikiran, program, dan materi pelajaran dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar Sejarah khususnya tingkat SMA.

Wednesday, August 28, 2013

KONDISI EKONOMI DAN POLITIK PASCA PROKLAMASI


1.     Kondisi Ekonomi RI Pasca Proklamasi

         Pada dekade pertama bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaan, kondisi perekonomian sangatlah memprihatinkan. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari suatu negara yang baru merdeka. Kas keuangan negara masih kosong karena belum adanya cadangan devisa atau pendapatan negara yang berarti. Selain itu, inflasi mata uang terus membumbung tinggi karena banyak beredarnya berbagai jenis mata uang yang tidak terkendali, seperti mata uang Jepang, mata uang yang dikeluarkan De Javasche Bank, dan mata uang NICA. Sebelum keluarnya mata uang ORI (Oeang Republik Indonesia) pada bulan Oktober 1946 atas inisiatif Moh. Hatta, pemerintah pernah memberlakukan tiga mata uang asing  seperti yang disebutkan di atas secara sekaligus.
         Kondisi perekonomian Indonesia semakin diperparah dengan tindakan Belanda yang melakukan blokade perdagangan dengan kapal-kapal perangnya terhadap pelabuhan-pelabuhan penting di Indonesia, sehingga banyak barang-barang atau komoditas perdagangan tidak bisa di ekspor ke negara lain dan sebaliknya barang-barang perdagangan dari luar pun tidak bisa masuk ke Indonesia. Dengan demikian, aktivitas perdagangan di Indonesia mengalami kemacetan. Kondisi seperti itulah yang memang diharapkan Belanda untuk membuat pemerintah Indonesia menjadi lemah, sehingga pada akhirnya akan timbul rasa ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah RI.        
         Pada bulan Februari 1946, pemerintah merancang pemecahan masalah-masalah ekonomi dengan menyelenggarakan Konferensi Ekonomi. Yang terutama sekali dibahas adalah masalah-masalah mendesak seperti meningkatkan produksi dan distribusi bahan makanan, masalah sandang, serta persoalan status dan administrasi perkebunan-perkebunan milik asing. Konferensi menghasilkan konsepsi untuk secara berangsur-angsur menghapuskan sistem autarkhi lokal warisan Jepang, dan menggantinya dengan sistem sentralisasi. Bahan makanan akan ditangani oleh pemerintah secara sentral dalam wadah Badan Pengawasan Makanan Rakyat, yang kemudian menjadi Bahan Persediaan dan Pembagian Bahan makanan (PPBM). Selanjutnya semua perkebunan tanpa kecuali akan diawasi oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi.
         Usaha lain untuk memecahkan masalah ekonomi secara konsepsional, praktis dan realistis adalah pembentukan Badan Perencanaan Ekonomi. Kemudian I.J. Kasimo yang pada waktu itu Menteri Persediaan Makanan Rakyat, menghasilkan rencana produksi lima tahun yang terkenal dengan sebutan Plan Kasimo. Plan Kasimo ini berisi anjuran untuk memperbanyak kebun bibit dan padi unggul. Pemerintah juga berusaha mendorong para pengusaha swasta untuk ikut serta dalam perkembangan ekonomi nasional. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE), wadah daripada pengusaha swasta yang telah berdiri sejak zaman Jepang, digiatkan kembali. Pada tanggal 1 November 1946, didirikan Bank Negara Indonesia (BNI) yang berfungsi untuk menjaga nilai tukar rupiah serta valuta asing yang ada di Indonesia.



2.     Kondisi Politik RI Pasca Proklamasi
         Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, seluruh rakyat Indonesia menyambut dengan gembira. Tidak kurang dari satu jam, teks proklamasi kemerdekaan RI telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei, Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks tersebut dari salah seorang wartawan Domei yaitu Syahrudin. Kemudian memerintahkan F. Wuz seorang markonis untuk menyiarkan berita proklamasi itu sebanyak tiga kali berturut-turut. Selanjutnya berita proklamasi juga disebarkan melalui radio, pers, dan surat-surat selebaran. Slogan-slogan dan semboyan perjuangan Indonesia Merdeka ditempelkan dan dicatkan pada didnding-dinding dan tembok-tembok. Pekik perjuangan “Merdeka” mulai diberlakukan tanggal 1 September 1945. Selain itu dipopulerkan semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” dan “Merdeka atau Mati”. Ucapan-ucapan tersebut menunjukkan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan sekalpiun nyawa menjadi taruhannya.
         Dalam perkembangan berikutnya, di Jakarta, para pemuda yang dipelopori oleh Komite van Aksi Menteng 31 merencanakan untuk mengerahkan massa dalam rapat raksasa di lapangan Ikada. Tujuannya, selain agar para pemimpin RI berbicara langsung di hadapan mereka, juga dalam rangka persiapan untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang supaya kedaulatan RI dapat ditegakkan.


Persiapan rapat raksasa di lapangan Ikada lebih dimatangkan lagi dalam sidang kabinet pada tanggal 19 September 1945 di kediaman Presiden Soekarno. Selanjutnya Bung Karno dan Bung Hatta disertai para menterinya menuju lapangan Ikada yang dijaga ketat oleh beberapa tentara Jepang. Kedatangan mereka disambut meriah oleh massa yang juga membawa berbagai senjata tajam. Presiden Soekarno pada waktu itu hanya berbicara singkat. Ia meminta kepada seluruh rakyat untuk mendukung jalannya pemerintahan dan mentaati segala ketentuan yang telah ditetapkan.
         Gema Proklamasi Kemerdekaan RI akhirnya sampai di daerah-daerah Indonesia, walaupun terlambat karena sulitnya komunikasi serta adanya berita-berita yang disensor oleh Jepang bila menyangkut masalah proklamasi. Rakyat di daerah berusaha merebut kekuasaan dari tangan Jepang, baik dengan jalan perundingan maupun dengan kekerasan bersenjata. Milik pemerintah Jepang, seperti gedung, mobil, dan sebagainya dinyatakan milik Republik Indonesia.
         Pada bulan September 1945, di beberapa Keresidenan di Jawa menyatakan diri sebagai bagian dari Pemerintah RI. Seluruh instansi yang sebelumnya dikuasai Jepang berhasil direbut, termasuk persenjataan. Di Bandung, para pemuda aktif bergerak. Mereka berhasil merebut Pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata Artilerie Constructie Winkel  (sekarang Pindad) pada tanggal 17 Oktober. Sementara itu di Yogyakarta sejak tanggal 26 September 1945, secara serentak terjadi perebutan kekuasaan. Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan, bahwa kekuasaan berada pada pemerintah RI.
         Di Surabaya, selama bulan September 1945 terjadi perebutan senjata di gudang mesiu Don Bosco dan Markas Pertahanan Jawa Timur. Para pemuda juga berhasil merebut markah-markas Jepang dan pabrik-pabrik di seluruh kota. Mereka juga berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di Hotel Yamato pada tanggal 19 September, setelah sebelumnya terjadi insiden dengan serdadu Belanda eks tawanan Jepang yang berhasil menguasai Hotel Yamato. Mereka mengibarkan bendera Belanda, Merah-Putih-Biru. Rakyat menjadi marah dan menyerbu hotel serta merobek warna birunya, sedangkan yang Merah dan Putihnya terus dikibarkan kembali. Peristiwa tersebut kemudian dikenal dengan “Insiden Bendera”.


         Bentrokan besar terjadi di Semarang pada tanggal 15-20 Oktober 1945 yang terkenal dengan Pertempuran 5 Hari Semarang. Insiden terjadi ketika tentara Jepang dari penjara Cipinang dipindahkan ke Semarang dan melakukan pemberontakan terhadap BKR. Dalam bentrokan tersebut, diperkirakan seribu tentara Jepang tewas, sedang dipihak BKR sekitar dua ribu orang gugur termasuk Dr. Karyadi, Kepala Lab. Rumah Sakit Umum Semarang. Masih banyak lagi usaha-usaha rakyat di berbagai daerah Indonesia untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang setelah mengetahui bahwa Indonesia sudah merdeka.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More