Kondisi Ekonomi dan Sosial Masyarakat Pada Awal Era Reformasi
Era
keterbukaan dan demokratisasi di era reformasi ternyata tidak diikuti suasana
tenang, aman, dan tentram dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Apabila
dalam kehidupan politik tejadi konflik vertikal, maka dalam kehidupan masyarakat bawah terjadi konflik horizontal.
Konflik ditandai dengan pertentangan antarkelompok
etnis di berbagai daerah. Kasus paling menonjol, yaitu bentrokan antaretnik di Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku. Konflik tersebut sangat kompleks
dan dilatarbelakangi masalah-masalah sosial ekonomi, dan agama.
Konflik
antarkelompok etnis dan agama di masa krisis ini telah menambah penderitaan warga. Krisis ekonomi telah
diperburuk dengan krisis hubungan sosial antara kelompok masyarakat.
Sejak konflik terjadi pada 1997, tercatat sejumlah 1.247.449 orang pengungsi Indonesia di negerinya sendiri. Kamp-kamp
pengungsi tersebar di berbagai daerah
dan memperlihatkan bahwa penderitaan warga bertambah parah akibat kejadian tersebut. Dari dua puluh
daerah tempat pengungsian, Provinsi Maluku
merupakan daerah paling banyak menampung pengungsi dari daerahnya sendiri. Tercatat 300.000 orang pengungsi di
Maluku dan 125.5000 orang pengungsi di
Maluku Utara.
Di tempat tersebut, mereka, mengalami penderitaan yang berat karena serba kekurangan fasilitas sanitasi, bahan makanan
serta, sarana tempat tinggal. Buruknya lingkungan
menyebabkan munculnya berbagai penyakit, seperti demam, tifus, penyakit kulit, diare, dan kekurangan gizi. Adapun
anak-anak usia sekolah tidak mendapat kesempatan mendapat
pendidikan formal. Sulit dibayangkan bagaimana
nasib masa depan anak-anak pengungsi tersebut ketika masa keciInya tidak memperoleh sesuatu yang seharusnya mereka
dapatkan. Pemerintahan, di era reformasi
yang sedang krisis ini tampaknya tidak memiliki cukup dana untuk mengatasi sejuta
lebih pengungsi warganya.
Kemiskinan dan kesengsaraan warga pada era krisis telah
mendorong mereka melakukan berbagai
cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak krisis pada 1997 terjadi 14 kali penjarahan perkebuhan oleh warga,
terutama di Jawa Timur. Mereka menjarah
perkebunan kayu jati, kakau yang siap panen, kopi, dan kelapa sawit. Warga
juga melakukan pendudukan lahan perkebunan yang dianggap merupakan hasil
jarahan para pengusaha di era Orde Baru.
Pada Juli 1998 terjadi pendudukan lahan
petemakan di Tapos, Bogor, Jawa Barat yang dimiliki mantan Presiden Soeharto. Demikianjuga pendudukan lahan di Lampung
pada Agustus 1998 tejadi pengkaplingan 1.400 hektar lahan yang dimiliki
putra sulung Presiden Soeharto. Pendudukan tersebut berakhir setelah aparat
keamanan turun tangan.
Penjarahan tambak udang mengindi-kasikan
adanya kekerasan warga serta kesenjangan ekonomi antara industri modem dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat bawah.
Warga merasa tersisih dan tidak mendapat apa-apa dari lahan yang dulu mereka
miliki setelah berubah menjadi tambak udang. Tambak tersebut dikelola
secara modem dan mendatangkan keuntungan besar bagi pengusaha, sementara masyarakat sekitar tidak dilibatkan
dalam kegiatan tersebut. Kenyataan
yang terjadi kemudian adalah munculnya keluarga-keluarga miskin yang kurang
gizi.
|
.
|
Krisis ekonomi berdampak pada masalah pendidikan. Semasa
krisis, banyak orangtua yang tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya.
Antara 1997- 2002, hampir 5 persen anak usia sekolah
dari semua tingkat mengalami putus sekolah.
Penyebabnya, antara lain semakin mahalnya biaya pendidikan sehingga banyak
orangtua yang tidak mampu lagi membiayai pendidikan anak-anaknya.
Untuk
mengatasi masalah kemiskinan serta kesulitan pembiayaan sekolah, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan berupa program Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Program ini bertujuan untuk:
a. memulihkan
kecukupan pangan,
b. menciptakan kesempatan
kerja,
c. memulihkan
pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan
d. memulihkan
kegiatan ekonomi rakyat.
Program yang diluncurkan pada, 1998 tersebut didanai dari
APBN serta pinjaman luar negeri. Program
ini telah dirasakan manfaatnya oleh rakyat miskin yang menjadi sasaran program ini. MisaInya,
masyarakat dilibatkan dalam program budidaya ayam. buras,
tambak udang, beasiswa serta dana bantuan operasional bagi sekolah-dasar dan menengah serta bidang kesehatan. Namun demikian,
dalam pelaksanaannya tidak semua program mencapai sasarannya.
Penyebabnya, korupsi dalam bentuk kesalahan prosedur, penyelewengan, dan
kesalahan administrasi.
Pada
tanggal 9 April 2009 dilaksanakan pemilihan umum untuk memilih calon
legislatif angota DPR, DPD, dan DPRD yang diikuti oleh 38 partai politik.
Penetapan hasil Pemilu yang diperoleh 38 partai peserta pemilu nasional itu
dibacakan oleh Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary pada Sabtu malam 9 Mei 2009.
Jumlah suara sah 104.099.785 (60,78%), suara tidak sah 17.488.581 (10,21%)
dan yang tidak menggunakan hak pilihnya sebesar 49.677.076 (29.01%). Jadi total suara tidak sah dan yang tidak menggunakan hak pilihnya
sebesar 67.165.657 atau 39,26% dari jumlah
pemilih
|
terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) yakni
171.265.442 pemilih. Belum lagi ditambah puluhan juta pemilih yang terpaksa
Golput karena tidak terdaftar dalam DPT. Jumlah suara sah yaitu 104.099.785,
lebih rendah dibandingkan dengan pemilu legislatif 2004. Pada pemilu 5 April
2004, jumlah suara sah yaitu 113.462.414. Berdasarkan perhitungan suara sah
itu, KPU telah mensahkan perolehan suara parpol untuk DPR periode 2009-2014
dari 33 provinsi dengan 77 daerah pemilihan (dapil).
Partai Demokrat meraih suara terbanyak (pemenang)
dengan meraih suara nasional 21.703.137 (20,85%) dan memperoleh 148 kursi DPR
atau 26,43% dari keseluruhan kursi parlemen yang berjumlah 560 kursi. Disusul
Partai Golkar 15.037.757 suara (14,45%) dan mendapatkan 108 kursi DPR
(19,29%), PDI Perjuangan 14.600.091 (14,03%) suara dan 93 kursi (16,61%), PKS
8.206.955 (7,88) suara dan 59 kursi (10,54%), PAN 6.254.580 (6,01%) suara dan
42 kursi (7,50%), PPP 5.533.214 (5,32%) suara dan 39 kursi (6,96%), PKB
5.146.122 (4,94%) suara dan 26 kursi (4,64%), Gerindra 4.646.406 (4,46%)
suara dan 30 kursi (5,36%), dan Hanura 3.922.870 (3,77%) suara dan 15 kursi
(2,68%). Hanya sembilan Parpol tersebut yang lolos parliamentary threshold 2,5%.
|
Penghitungan suara dari hasil pemilu legislatif ini
juga terlibat beberapa lembaga survei seperti LSI (Lembaga Survei Indonesia),
LSN (Lembaga Survei Nasional), dan Cirus yang melakukan penghitungan cepat (quick count). Hasil quick count dari beberapa lembaga survei
tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penghitungan suara yang
diselenggarakan oleh KPU. Dengan disahkannya hasil perolehan kursi dan suara
nasional, itu partai politik akan memastikan langkah koalisinya menuju
pemilihan presiden. Sesuai ketententuan partai atau gabungan partai yang
memperoleh 20% kursi di DPR atau 25% suara nasional, berhak mengajukan calon
presiden dan calon wakil presiden. Pendaftaran Capres-Cawapres dimulai 11 Mei
sampai 16 Mei 2009.
Setelah saling menjajagi persamaan visi dan misi
setiap partai politik yang lolos ke Senayan untuk berkoalisi dalam
pemerintahan, akhirnya terdapat tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden
yang akan berkompetisi dalam pemilihan langsung presiden dan wakil presiden
pada 9 Juli 2009. Ketiga pasangan tersebut adalah pasangan Megawati
Soekarnoputri dari PDI Perjuangan dan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra (Mega-Pro) dengan nomor urut 1, pasangan
Soesilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat dan Boediono mantan Gubernur BI (SBY-Berbudi) dengan nomor urut 2, serta
pasangan Jusuf Kalla dari Partai Golkar dan Wiranto dari Partai Hanura (JK-Win), dengan nomor urut 3.
0 comments:
Post a Comment