Latar-Belakang Munculnya Krisis di
Indonesia
Krisis
moneter yang gejalanya mulai menguat pada bulan Juli 1997 di Indonesia dan
dampaknya masih dirasakan sampai sekarang di segala bidang, membawa
implikasi-implikasi politik yang sangat penting. Krisis itu sebagian telah
memicu pula krisis-krisis yang lain sehingga menjadi krisis yang
multidimensional, di antaranya adalah kepercayaan kepada pemerintah sebagai
pemegang otoritas kekuasaan yang absah mulai digugat dan dipertanyakan. Gugatan
yang semula disuarakan oleh mahasiswa dari balik pagar kampus itu, dalam
perkembangan selanjutnya mendapat dukungan dari banyak pihak.
Dari
sebuah krisis moneter yang tak kunjung tertangani oleh pemerintah dan tuntutan
mahasiswa yang disokong oleh kelompok-kelompok kepentingan lainnya dalam
masyarakat, akhirnya membawa pada sebuah gejolak politik yang sangat serius.
Gejolak politik itu ditandai oleh adanya kerusuhan dan penjarahan sosial di
satu sisi, dan turunnya Soeharto sebagai Presiden RI kedua, yang telah berkuasa
selama 32 tahun, di sisi lain. Krisis moneter dan gejolak politik itu pada
gilirannya membawa pada sebuah kesadaran bahwa ada sesuatu yang tidak sehat
dengan sistem dan struktur kehidupan yang selama itu dibangun. Dan untuk menyehatkan
kembali sistem dan struktur kehidupan yang sudah rapuh itu perlu diadakan
reformasi di segala bidang.
Berikut
di bawah ini adalah beberapa bidang kehidupan yang merupakan faktor penyebab
dari krisis yang melanda Indonesia.
a. Di Bidang Ekonomi
Keberhasilan
pembangunan yang telah dicapai selama tiga puluh dua tahun Orde Baru telah
mengalami kemerosotan yang memprihatinkan, hal ini diakibatkan oleh munculnya
krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, dan berlanjut menjadi krisis
ekonomi yang lebih luas. Landasan ekonomi yang dianggap kuat, ternyata tidak
berdaya menghadapi gejolak keuangan eksternal serta kesulitan-kesulitan makro
dan mikro ekonomi. Hal ini disebabkan oleh penyelenggaraan perekonomian
nasional yang kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 UUD 1945 dan cenderung
menunjukkan corak yang monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan elit
kekuasaan mendapatkan prioritas khusus yang berdampak timbulnya kesenjangan
sosial. Kelemahan fundamental itu juga disebabkan pengabaian perekonomian kerakyatan
yang sesungguhnya bersandar pada basis sumber daya alam dan sumber daya manusia
sebagai unggulan komparatif dan kompetitif.
Munculnya
konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh
semangat kewirausahaan sejati, mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat
rapuh dan tidak kompetitif. Sebagai akibatnya, krisis moneter yang melanda
Indonesia tidak dapat diatasi secara baik sehingga memerlukan kerja keras untuk
bangkit kembali.
Rentannya
ekonomi Indonesia dipicu oleh jatuhnya nilai tukar rupiah sampai ke tingkat
terendah. Pemerintah tidak segera mengambil langkah yang kongkrit dan jelas
untuk mengatasi krisis kurs tersebut.
Pembangunan
industri tidak berbasis kepada masyarakat atau potensi unggulan daerah, tidak
ada keterkaitan antara industri besar, menengah, dan kecil yang serasi, serta
juga struktur industri yang lemah dalam hubungan industri hulu dan hilir.
Disamping itu sebagian besar lahan pertanian yang subur telah berubah fungsi
menjadi lahan industri sehingga dari kondisi semula swasembada beras telah
berubah menjadi pengimpor beras.
|
|
Sistem
perbankan yang tidak mandiri karena intervensi pemerintah terhadap Bank Sentral
yang terlalu kuat melemahkan ekonomi nasional. Hubungan yang erat antara
penguasa dengan pemilik bank-bank swasta telah menyebabkan pemberian fasilitas
yang tidak terbuka yang merugikan masyarakat dan negara. Di samping itu,
ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana,
memperparah kondisi ekonomi.
b. Di Bidang Politik
Tatanan
kehidupan politik yang dibangun selama tiga puluh dua tahun diakui telah
menghasilkan stabilitas politik dan keamanan. Namun demikian, pengaruh budaya
masyarakat yang sangat kental corak paternalistik dan kultur neo-feodalistiknya
mengakibatkan proses partisipasi dan budaya politik dalam sistem politik
nasional tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kekuasaan eksekutif yang terpusat
dan tertutup di bawah kontrol lembaga kepresidenan mengakibatkan krisis
struktural dan sistemik sehingga tidak mendukung berkembangnya fungsi berbagai
lembaga kenegaraan, politik, dan sosial secara proporsional dan optimal.
Terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme di masa lalau adalah
salah satu akibat dari keterpusatan dan ketertutupan kekuasaan.
Mekanisme
hubungan pusat dan daerah cenderung menganut sentralisasi kekuasaan dan
pengambilan keputusan yang kurang sesuai dengan kondisi geografis dan
demografis. Keadaan ini menghambat penciptaan keadilan dan pemerataan hasil
pembangunan dan pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab.
Pengembangan
kualitas sumber daya manusia dan sikap mental serta kaderisasi pemimpin bangsa
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pola sentralistik dan neo-feodalistik
mendorong mengalirnya sumber daya manusia yang berkualitas ke pusat sehingga
kurang memberi kesempatan pengembangan sumber daya manusia di daerah. Akibatnya
terjadi kaderisasi dan corak kepemimpinan yang kurang memperhatikan aspek
akseptabilitas dan legitimasi.
c. Di Bidang Hukum
Selama
tiga puluh dua tahun pemerintahan Orde Baru, pembangunan hukum khususnya yang
menyangkut peraturan perundang-undangan organik tentang pembatasan kekuasaan
presiden belum memadai. Kondisi ini memberi peluang terjadinya praktek-prakek
korupsi, kolusi dan nepotisme serta memuncak pada penyimpangan berupa
penafsiran yang hanya sesuai dengan selera penguasa. Telah terjadi
penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum, pengabaian rasa keadilan, kurangnya
perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Pembinaan
lembaga peradilan oleh eksekutif merupakan peluang bagi penguasa melakukan
intervensi ke dalam proses pengadilan serta berkembangnya kolusi dan
praktek-praktek negatif pada proses pengadilan. Penegakan hukum belum memberi
rasa keadilan dan kepastian hukum pada kasus-kasus yang menghadapkan pemerintah
atau fihak yang kuat dengan rakyat, sehingga menempatkan rakyat pada posisi
yang lemah.
d. Di Bidang Agama dan
Sosial-Budaya
Pada
masa Orde Baru, pembangunan ekonomi telah berhasil mengurangi penduduk miskin
dan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. Tetapi akibat munculnya
krisis ekonomi yang melanda bangsa kita, telah membalikkan situasi tersebut,
dan mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin dan jumlah penganggur akibat
pemutusan hubungan kerja. penduduk miskin dan meningkatkan pendapatan
perkapita masyarakat.
Pada
masa Orde Baru, pembangunan ekonomi telah berhasil mengurangi angka
pengangguan. Tetapi
|
|
akibat munculnya krisis ekonomi yang melanda bangsa
kita, telah membalikkan situasi tersebut, dan mengakibatkan bertambahnya
penduduk miskin dan jumlah penganggur akibat pemutusan hubungan kerja.
Kondisi
kehidupan sosial-ekonomi rakyat makin memprihatinkan, harga sembilan bahan pokok dan obat-obatan
tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Taraf hidup rakyat menurun dengan
tajam, kualitas hasil didik tidak memberikan harapan, dan jumlah peserta didik
yang putus sekolah makin meningkat.
Jati
diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi serta berakhlak mulia
belum dapat diwujudkan bahkan cenderung menurun. Aksi-aksi brutal oleh sebagian
masyarakat berupa penjarahan dan perampokan serta perilaku dan tindakan yang
tidak terpuji lainnya yang melanggar hukum serta agama yang terjadi akhir-akhir ini,
sungguh-sungguh bertentangan dengan akhlak mulia dan budi pekerti luhur yang
bersumber dari norma-norma dan ajaran agama, serta nilai-nilai budaya bangsa.
Krisis ekonomi dewasa ini bahkan makin menghilangkan semangat dan optimisme
bahwa bangsa Indonesia bisa memecahkan masalah dengan kekuatan sendiri.
0 comments:
Post a Comment