Blogroll

Akrab Senada, adalah Aktif dan rajin belajar sejarah nasional dan dunia. merupakan kumpulan pemikiran, program, dan materi pelajaran dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar Sejarah khususnya tingkat SMA.

Wednesday, August 28, 2013

Latar-Belakang Munculnya Krisis di Indonesia


Latar-Belakang Munculnya Krisis di Indonesia

         Krisis moneter yang gejalanya mulai menguat pada bulan Juli 1997 di Indonesia dan dampaknya masih dirasakan sampai sekarang di segala bidang, membawa implikasi-implikasi politik yang sangat penting. Krisis itu sebagian telah memicu pula krisis-krisis yang lain sehingga menjadi krisis yang multidimensional, di antaranya adalah kepercayaan kepada pemerintah sebagai pemegang otoritas kekuasaan yang absah mulai digugat dan dipertanyakan. Gugatan yang semula disuarakan oleh mahasiswa dari balik pagar kampus itu, dalam perkembangan selanjutnya mendapat dukungan dari banyak pihak.
         Dari sebuah krisis moneter yang tak kunjung tertangani oleh pemerintah dan tuntutan mahasiswa yang disokong oleh kelompok-kelompok kepentingan lainnya dalam masyarakat, akhirnya membawa pada sebuah gejolak politik yang sangat serius. Gejolak politik itu ditandai oleh adanya kerusuhan dan penjarahan sosial di satu sisi, dan turunnya Soeharto sebagai Presiden RI kedua, yang telah berkuasa selama 32 tahun, di sisi lain. Krisis moneter dan gejolak politik itu pada gilirannya membawa pada sebuah kesadaran bahwa ada sesuatu yang tidak sehat dengan sistem dan struktur kehidupan yang selama itu dibangun. Dan untuk menyehatkan kembali sistem dan struktur kehidupan yang sudah rapuh itu perlu diadakan reformasi di segala bidang.
         Berikut di bawah ini adalah beberapa bidang kehidupan yang merupakan faktor penyebab dari krisis yang melanda Indonesia.

a.     Di Bidang Ekonomi
         Keberhasilan pembangunan yang telah dicapai selama tiga puluh dua tahun Orde Baru telah mengalami kemerosotan yang memprihatinkan, hal ini diakibatkan oleh munculnya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang lebih luas. Landasan ekonomi yang dianggap kuat, ternyata tidak berdaya menghadapi gejolak keuangan eksternal serta kesulitan-kesulitan makro dan mikro ekonomi. Hal ini disebabkan oleh penyelenggaraan perekonomian nasional yang kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 UUD 1945 dan cenderung menunjukkan corak yang monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan prioritas khusus yang berdampak timbulnya kesenjangan sosial. Kelemahan fundamental itu juga disebabkan pengabaian perekonomian kerakyatan yang sesungguhnya bersandar pada basis sumber daya alam dan sumber daya manusia sebagai unggulan komparatif dan kompetitif.
         Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati, mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak kompetitif. Sebagai akibatnya, krisis moneter yang melanda Indonesia tidak dapat diatasi secara baik sehingga memerlukan kerja keras untuk bangkit kembali.
         Rentannya ekonomi Indonesia dipicu oleh jatuhnya nilai tukar rupiah sampai ke tingkat terendah. Pemerintah tidak segera mengambil langkah yang kongkrit dan jelas untuk mengatasi krisis kurs tersebut.
         Pembangunan industri tidak berbasis kepada masyarakat atau potensi unggulan daerah, tidak ada keterkaitan antara industri besar, menengah, dan kecil yang serasi, serta juga struktur industri yang lemah dalam hubungan industri hulu dan hilir. Disamping itu sebagian besar lahan pertanian yang subur telah berubah fungsi menjadi lahan industri sehingga dari kondisi semula swasembada beras telah berubah menjadi pengimpor beras.

         Sistem perbankan yang tidak mandiri karena intervensi pemerintah terhadap Bank Sentral yang terlalu kuat melemahkan ekonomi nasional. Hubungan yang erat antara penguasa dengan pemilik bank-bank swasta telah menyebabkan pemberian fasilitas yang tidak terbuka yang merugikan masyarakat dan negara. Di samping itu, ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana, memperparah kondisi ekonomi.

b.     Di Bidang Politik
         Tatanan kehidupan politik yang dibangun selama tiga puluh dua tahun diakui telah menghasilkan stabilitas politik dan keamanan. Namun demikian, pengaruh budaya masyarakat yang sangat kental corak paternalistik dan kultur neo-feodalistiknya mengakibatkan proses partisipasi dan budaya politik dalam sistem politik nasional tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kekuasaan eksekutif yang terpusat dan tertutup di bawah kontrol lembaga kepresidenan mengakibatkan krisis struktural dan sistemik sehingga tidak mendukung berkembangnya fungsi berbagai lembaga kenegaraan, politik, dan sosial secara proporsional dan optimal. Terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme di masa lalau adalah salah satu akibat dari keterpusatan dan ketertutupan kekuasaan.
         Mekanisme hubungan pusat dan daerah cenderung menganut sentralisasi kekuasaan dan pengambilan keputusan yang kurang sesuai dengan kondisi geografis dan demografis. Keadaan ini menghambat penciptaan keadilan dan pemerataan hasil pembangunan dan pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
         Pengembangan kualitas sumber daya manusia dan sikap mental serta kaderisasi pemimpin bangsa tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pola sentralistik dan neo-feodalistik mendorong mengalirnya sumber daya manusia yang berkualitas ke pusat sehingga kurang memberi kesempatan pengembangan sumber daya manusia di daerah. Akibatnya terjadi kaderisasi dan corak kepemimpinan yang kurang memperhatikan aspek akseptabilitas dan legitimasi.

c.     Di Bidang Hukum
         Selama tiga puluh dua tahun pemerintahan Orde Baru, pembangunan hukum khususnya yang menyangkut peraturan perundang-undangan organik tentang pembatasan kekuasaan presiden belum memadai. Kondisi ini memberi peluang terjadinya praktek-prakek korupsi, kolusi dan nepotisme serta memuncak pada penyimpangan berupa penafsiran yang hanya sesuai dengan selera penguasa. Telah terjadi penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum, pengabaian rasa keadilan, kurangnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
         Pembinaan lembaga peradilan oleh eksekutif merupakan peluang bagi penguasa melakukan intervensi ke dalam proses pengadilan serta berkembangnya kolusi dan praktek-praktek negatif pada proses pengadilan. Penegakan hukum belum memberi rasa keadilan dan kepastian hukum pada kasus-kasus yang menghadapkan pemerintah atau fihak yang kuat dengan rakyat, sehingga menempatkan rakyat pada posisi yang lemah.


d.     Di Bidang Agama dan Sosial-Budaya
         Pada masa Orde Baru, pembangunan ekonomi telah berhasil mengurangi penduduk miskin dan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. Tetapi akibat munculnya krisis ekonomi yang melanda bangsa kita, telah membalikkan situasi tersebut, dan mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin dan jumlah penganggur akibat pemutusan hubungan kerja. penduduk miskin dan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
         Pada masa Orde Baru, pembangunan ekonomi telah berhasil mengurangi angka pengangguan. Tetapi


akibat munculnya krisis ekonomi yang melanda bangsa kita, telah membalikkan situasi tersebut, dan mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin dan jumlah penganggur akibat pemutusan hubungan kerja.
         Kondisi kehidupan sosial-ekonomi rakyat makin memprihatinkan, harga sembilan bahan pokok dan obat-obatan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Taraf hidup rakyat menurun dengan tajam, kualitas hasil didik tidak memberikan harapan, dan jumlah peserta didik yang putus sekolah makin meningkat.
         Jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi serta berakhlak mulia belum dapat diwujudkan bahkan cenderung menurun. Aksi-aksi brutal oleh sebagian masyarakat berupa penjarahan dan perampokan serta perilaku dan tindakan yang tidak terpuji lainnya yang melanggar hukum serta  agama yang terjadi akhir-akhir ini, sungguh-sungguh bertentangan dengan akhlak mulia dan budi pekerti luhur yang bersumber dari norma-norma dan ajaran agama, serta nilai-nilai budaya bangsa. Krisis ekonomi dewasa ini bahkan makin menghilangkan semangat dan optimisme bahwa bangsa Indonesia bisa memecahkan masalah dengan kekuatan sendiri.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More