Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
Krisis
moneter yang semula hanya terbatas pada kalangan menengah ke atas ini dampaknya
mulai dirasakan oleh masyarakat bawah, terutama dengan tingginya harga-harga
kebutuhan pokok mengingat persediaan dan distribusi yang timpang. Maka untuk
pertama kalinya dalam sejarah Orde Baru, masyarakat mengalami kekalutan yang
luar biasa dengan memborong barang apa saja yang bisa dibeli untuk persediaan
kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif sejarah Indonesia, masa-masa kekalutan
sosial dan politik akibat krisis moneter ini hanya dapat dibandingkan dengan
periode 1944-1946, masa akhir pendudukan Jepang dan masa awal revolusi
Indonesia, dan masa peralihan kekuasaan dari rezim Orde Lama ke Orde Baru.
Ciri-ciri yang menonjol dari fenomena sejarah seperti itu adalah masyarakat
dilanda ketidakpastian, rumor dan desas-desus menyebar, tingkat inflasi tinggi,
di mana-mana rakyat antri beli beras, antri beli minyak, dan antri kebutuhan
pokok lainnya.
Kekalutan sosial itu dalam derajat tertentu
bisa ditolelir kalau saja pemerintah arif menangani krisis ekonomi yang
sedang terjadi. Dalam suasana krisis yang sudah melanda hampir di semua
lapisan masyarakat, pada awal bulan Mei 1998, pemerintah justru menaikkan
harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Tidak pelak lagi kenaikan harga BBM diikuti
oleh kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Di sinilah sumber dari
krisis politik dan krisis kepercayaan kepada pemerintah bermula.
|
|
Mahasiswa
mulai kehilangan kesabarannya. Dengan mengulang peran-peran yang telah
dimainkan oleh para mahasiswa sebelumnya, seperti gerakan mahasiswa tahun 1966,
1974, dan 1978, mahasiswa yang mengklaim dirinya sebagai “Angkatan 1998” itu
mulai berdemonstrasi dengan turun ke jalan-jalan. Mereka menuntut mundurnya
Soeharto dari kursi kepresidenan yang telah berkuasa lebih dari tiga puluh
tahun dan menuntut segera dilaksanakannya reformasi di segala bidang. Aksi-aksi
yang dilakukan oleh para mahasiswa itu ditangani oleh aparat keamanan dengan
sikap dan cara yang berbeda-beda.
|
Pada
masa-masa awal aksi demonstrasi mahasiswa acapkali bentrok dengan aparat
keamanan, seperti nampak dalam kasus demonstrasi di Medan, Padang, Bandung,
Semarang, Solo, Yogyakarta, Ujung Pandang, dan Surabaya. Namun kasus
demonstrasi yang sangat serius adalah terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di
Universitas Trisakti, Jakarta. Dalam aksi demonstrasi itu tidak hanya
ditandai dengan adanya bentrokan antara mahasiswa dengan aparat keamanan,
tetapi juga telah terjadi aksi penembakan yang menyebabkan meninggalnya empat
orang mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Mulyana, Herry Hariyanto, Hendriawan,
dan Hafidhin Royan, serta puluhan lainnya luka-luka.
|
Keempat mahasiswa yang meninggal tersebut kemudian
dianugrahi sebagai Pahlawan Reformasi.Sebagaimana layaknya sebuah bensin, maka
kasus di Trisakti itu telah menyulut api kemarahan para mahasiswa di kota-kota
penting lainnya di Jawa. Bahkan di Jakarta sendiri, pada kesokan harinya
terjadi aksi kerusuhan dan penjarahan sosial dalam bentuk vandalisme yang sulit
dikendalikan oleh aparat keamanan sekalipun. Tidak puas terhadap sikap dan
kebijakan dari pemerintah, ribuan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di
Indonesia akhirnya melakukan aksi “pendudukan” terhadap Gedung DPR/MPR. Mereka
tetap menuntut pencabutan mandat MPR terhadap Presiden Soeharto dan segera
dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR.
Karena merasa sudah
tidak mendapat kepercayaan lagi dari berbagai pihak, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto
menyatakan “pengunduran dirinya” (lengser
keprabon) dari jabatan kepresidenan di depan Mahkamah Agung. Sebagai
penggantinya adalah Prof. DR. Ing. B.J. Habibie yang pada waktu itu menjabat
sebagai wakil presiden. Maka sejak saat itulah pemerintahan Orde Baru
berakhir dan digantikan oleh pemerintahan yang dinamakan Pemerintahan
Reformasi.
|
|
0 comments:
Post a Comment