Masa Pemerintahan Reformasi
Prof.
DR. Ing. B.J. Habibie selaku presiden kemudian membentuk pemerintahan yang
dikenal sebagai Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam kabinet ini formasi para
menteri berasal dari wakil berbagai kalangan, seperti dari kalangan LSM,
partai politik, dan lain-lain. Kabinet baru ini mempunyai kewajiban untuk
melakukan berbagai langkah perubahan khususnya dalam mengatasi krisis di
segala bidang. Situasi tersebut mengharuskan pemerintahan reformasi untuk
mengkaji ulang ketetapan dan langkah-langkah pembangunan nasional selama ini.
|
Untuk itu, diperlukan koreksi terhadap wacana
pembangunan Orde Baru sebagai dasar pijakan dan sasaran reformasi.
Dalam
kurun waktu setahun, pemerintahan B.J. Habibie telah mengadakan sejumlah
langkah pembaharuan dibidang politik dan ekonomi. Upaya-upaya pembaharuan
(reformasi) tersebut antara lain menyangkut beberapa hal penting, yaitu :
1.
kebebasan pers;
2.
pelepasan para narapidana politik;
3.
kebebasan mendirikan partai politik;
4.
penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR November 1998,
dan Pemilu 7 Juni 1999;
5.
program rekapitalisasi perbankan dan
restrukturisasi perekonomian nasional;
6.
pemisahan Kepolisian dari TNI;
Pada masa pemerintahan Habibie, diselenggarakan
Pemilihan Umum pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti 48 partai politik. Pemilu
ini menghasilkan beberapa partai besar, seperti PDI-Perjuangan, Golkar, PPP,
PKB, PAN, PK, dan PBB. Pada bulan Oktober 1999, dilaksanakan Sidang Umum MPR
yang diikuti 700 orang dengan komposisi 500 anggota berasal dari DPR dan 200
anggota dari seleksi Utusan Daerah dan utusan Golongan. Penyusunan anggota MPR
ini menghasilkan 11 fraksi. Pada sidang ini terpilih Amin Rais (PAN) sebagai
Ketua MPR dan Akbar Tanjung (Golkar) sebagai Ketua DPR. Akhir dari Sidang Umum
itu adalah pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dalam pemilihan presiden muncul tokoh PBNU yang
terkenal dan juga sebagai deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yaitu
KH. Abdurahman Wahid atau yang biasa dipanggil Gus Dur, terpilih sebagai
Presiden RI ke-4. Gus Dur merupakan calon presiden yang diusulkan oleh
kelompok “Poros Tengah” yang dimotori oleh Amin Rais. Terpilih sebagai wakil
presiden yaitu Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDI-Perjuangan). Pelantikan
KH. Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober
1999, sedangkan pelantikan Wakil Presiden RI dilaksanakan pada tanggal 21
Oktober 1999.
|
Pada
masa pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid (lahir di Jombang, Jatim, 4
Agustus 1940) membentuk kabinet yang kemudian diberi nama Kabinet Persatuan
Nasional. Komposisi kabinet ini merupakan gabungan dari para tokoh profesional
dan para tokoh partai pendukung pemerintahan koalisi. Pada masa awal
pemerintahannya, masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional menyambut
baik pengangkatan Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI serta menaruh harapan
besar terhadap terciptanya stabilitas nasional di berbagai bidang kehidupan. Tetapi
pada bulan-bulan berikutnya kinerja pemerintahan Gus Dur mendapat banyak
sorotan dari berbagai fihak baik di dalam maupun di luar negeri. Hal tersebut
di sebabkan oleh perilaku Gus Dur itu sendiri di antaranya : terlalu seringnya
mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial dan inkonsisten sehingga
membingungkan masyarakat, sering mengganti para menterinya, sering melakukan
lawatan-lawatan ke luar negeri yang dianggap menjadi kontra-produktif dan telah
menghabiskan biaya ratusan milyar rupiah dikala kas negara sedang defisit
(separuh dari masa pemerintahannya, Gus Dur telah mengunjungi 73 negara). Gus
Dur pun dianggap “terlibat” pada kasus Buloggate dan Bruneigate.
Menjelang
masa akhir pemerintahan Gus Dur, suhu politik Indonesia semakin panas yang
ditandai semakin panasnya perseteruan antara pihak legislatif (DPR) dengan
pihak eksekutif (presiden). Antara kedua lembaga tinggi negara tersebut
sama-sama saling menyalahkan pihak lawannya dan membenarkan pendapatnya
masing-masing. Dalam perkembangannya, DPR dalam sidang plenonya pernah mengeluarkan
Memorandum I dan II sebagai bentuk peringatan terhadap presiden. Memorandum
tersebut selanjutnya akan disampaikan kepada MPR untuk segera diselenggarakan
Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban presiden.
Menanggapi
sikap DPR yang terus-menerus menekan presiden, Gus Dur berkali-kali
mengeluarkan pernyataan yang intinya akan mengeluarkan dekrit dalam keadaan
bahaya. Gus Dur memandang bahwa para politisi yang duduk di DPR selalu berupaya
untuk menjatuhkan presiden. Perseteruan antara kedua lembaga tinggi negara
tersebut semakin memanas dengan keluarnya Keppres pemberhentian Kapolri
Jenderal Suroyo Bimantoro, yang selanjutnya mengangkat Wakapolri Irjen Polisi
Chaerudin Ismail sebagai PJS Kapolri. Tindakan presiden tersebut mengundang
kecaman dari mayoritas kalangan DPR/MPR yang menganggap bahwa tindakan presiden
tersebut melanggar konstitusi atau ketetapan MPR yang mengatur pengangkatan dan
pemberhentian Kapolri harus melalui persetujuan DPR, meskipun pengangkatan dan
pemberhentian Kapolri adalah hak prerogatif presiden.
Sebagai
reaksi dari tindakan presiden tersebut, MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna
pada tanggal 20 Juli 2001 untuk membahas beberapa tindakan presiden yang
dianggap inkonstitusional. Puncaknya, pada tanggal 22 Juli 2001 pukul 01.10
dini hari, Presiden Abdrahman Wahid mengeluarkan Dekritnya yang dibacakan
oleh Juru Bicara Kepresidenan Yahya C. Staquf. Dekrit tersebut menimbulkan
reaksi cepat dari MPR dengan dimajukannya Sidang Istimewa pada tanggal 23
Juli 2001 yang rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 1 Agustus 2001.
|
Dalam
Sidang Istimewa MPR tersebut (yang tidak dihadiri oleh presiden), anggota
sidang mencabut mandat Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI karena dianggap
telah melanggar konstitusi. Keputusan untuk mencabut mandat presiden juga
didukung oleh Fraksi TNI.
Dalam sidang selanjutnya, MPR memilih Megawati
Soekarno Puteri (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947) sebagai Presiden yang ke
lima RI melalui pemungutan suara (voting) secara tertutup. Sedangkan Hamzah Haz
(Ketua Umum PPP) terpilih sebagai wakil presiden. Masa pemerintahan Megawati
(Kabinet Gotomg Royong) ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi
di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan
umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap
merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia
mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan
umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak
kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono
mantan Menteri Koordinator
pada masa pemerintahannya.
MPR
periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan
wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pada pemilu presiden
tahun 2004, Susilo Bambang Yudhoyono (lahir di Pacitan, Jatim, 9 September
1949) meraih suara terbanyak (60,9 persen suara pemilih) dan terpilih sebagai
presiden. SBY kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan
rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004
bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul
dari pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.
|
0 comments:
Post a Comment