Blogroll

Akrab Senada, adalah Aktif dan rajin belajar sejarah nasional dan dunia. merupakan kumpulan pemikiran, program, dan materi pelajaran dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar Sejarah khususnya tingkat SMA.

Wednesday, August 28, 2013

Masa Pemerintahan Reformasi


Masa Pemerintahan Reformasi

         Prof. DR. Ing. B.J. Habibie selaku presiden kemudian membentuk pemerintahan yang dikenal sebagai Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam kabinet ini formasi para menteri berasal dari wakil berbagai kalangan, seperti dari kalangan LSM, partai politik, dan lain-lain. Kabinet baru ini mempunyai kewajiban untuk melakukan berbagai langkah perubahan khususnya dalam mengatasi krisis di segala bidang. Situasi tersebut mengharuskan pemerintahan reformasi untuk mengkaji ulang ketetapan dan langkah-langkah pembangunan nasional selama ini.

Untuk itu, diperlukan koreksi terhadap wacana pembangunan Orde Baru sebagai dasar pijakan dan sasaran reformasi.
         Dalam kurun waktu setahun, pemerintahan B.J. Habibie telah mengadakan sejumlah langkah pembaharuan dibidang politik dan ekonomi. Upaya-upaya pembaharuan (reformasi) tersebut antara lain menyangkut beberapa hal penting, yaitu :
1.        kebebasan pers;
2.        pelepasan para narapidana politik;
3.        kebebasan mendirikan partai politik;
4.        penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR November 1998, dan Pemilu 7 Juni 1999;
5.        program rekapitalisasi perbankan dan restrukturisasi perekonomian nasional;
6.        pemisahan Kepolisian dari TNI;
Pada masa pemerintahan Habibie, diselenggarakan Pemilihan Umum pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti 48 partai politik. Pemilu ini menghasilkan beberapa partai besar, seperti PDI-Perjuangan, Golkar, PPP, PKB, PAN, PK, dan PBB. Pada bulan Oktober 1999, dilaksanakan Sidang Umum MPR yang diikuti 700 orang dengan komposisi 500 anggota berasal dari DPR dan 200 anggota dari seleksi Utusan Daerah dan utusan Golongan. Penyusunan anggota MPR ini menghasilkan 11 fraksi. Pada sidang ini terpilih Amin Rais (PAN) sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung (Golkar) sebagai Ketua DPR. Akhir dari Sidang Umum itu adalah pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dalam pemilihan presiden muncul tokoh PBNU yang terkenal dan juga sebagai deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yaitu KH. Abdurahman Wahid atau yang biasa dipanggil Gus Dur, terpilih sebagai Presiden RI ke-4. Gus Dur merupakan calon presiden yang diusulkan oleh kelompok “Poros Tengah” yang dimotori oleh Amin Rais. Terpilih sebagai wakil presiden yaitu Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDI-Perjuangan). Pelantikan KH. Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 1999, sedangkan pelantikan Wakil Presiden RI dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 1999.


         Pada masa pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid (lahir di Jombang, Jatim, 4 Agustus 1940) membentuk kabinet yang kemudian diberi nama Kabinet Persatuan Nasional. Komposisi kabinet ini merupakan gabungan dari para tokoh profesional dan para tokoh partai pendukung pemerintahan koalisi. Pada masa awal pemerintahannya, masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional menyambut baik pengangkatan Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI serta menaruh harapan besar terhadap terciptanya stabilitas nasional di berbagai bidang kehidupan. Tetapi pada bulan-bulan berikutnya kinerja pemerintahan Gus Dur mendapat banyak sorotan dari berbagai fihak baik di dalam maupun di luar negeri. Hal tersebut di sebabkan oleh perilaku Gus Dur itu sendiri di antaranya : terlalu seringnya mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial dan inkonsisten sehingga membingungkan masyarakat, sering mengganti para menterinya, sering melakukan lawatan-lawatan ke luar negeri yang dianggap menjadi kontra-produktif dan telah menghabiskan biaya ratusan milyar rupiah dikala kas negara sedang defisit (separuh dari masa pemerintahannya, Gus Dur telah mengunjungi 73 negara). Gus Dur pun dianggap “terlibat” pada kasus Buloggate dan Bruneigate.
         Menjelang masa akhir pemerintahan Gus Dur, suhu politik Indonesia semakin panas yang ditandai semakin panasnya perseteruan antara pihak legislatif (DPR) dengan pihak eksekutif (presiden). Antara kedua lembaga tinggi negara tersebut sama-sama saling menyalahkan pihak lawannya dan membenarkan pendapatnya masing-masing. Dalam perkembangannya, DPR dalam sidang plenonya pernah mengeluarkan Memorandum I dan II sebagai bentuk peringatan terhadap presiden. Memorandum tersebut selanjutnya akan disampaikan kepada MPR untuk segera diselenggarakan Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban presiden.
         Menanggapi sikap DPR yang terus-menerus menekan presiden, Gus Dur berkali-kali mengeluarkan pernyataan yang intinya akan mengeluarkan dekrit dalam keadaan bahaya. Gus Dur memandang bahwa para politisi yang duduk di DPR selalu berupaya untuk menjatuhkan presiden. Perseteruan antara kedua lembaga tinggi negara tersebut semakin memanas dengan keluarnya Keppres pemberhentian Kapolri Jenderal Suroyo Bimantoro, yang selanjutnya mengangkat Wakapolri Irjen Polisi Chaerudin Ismail sebagai PJS Kapolri. Tindakan presiden tersebut mengundang kecaman dari mayoritas kalangan DPR/MPR yang menganggap bahwa tindakan presiden tersebut melanggar konstitusi atau ketetapan MPR yang mengatur pengangkatan dan pemberhentian Kapolri harus melalui persetujuan DPR, meskipun pengangkatan dan pemberhentian Kapolri adalah hak prerogatif presiden.
         Sebagai reaksi dari tindakan presiden tersebut, MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna pada tanggal 20 Juli 2001 untuk membahas beberapa tindakan presiden yang dianggap inkonstitusional. Puncaknya, pada tanggal 22 Juli 2001 pukul 01.10 dini hari, Presiden Abdrahman Wahid mengeluarkan Dekritnya yang dibacakan oleh Juru Bicara Kepresidenan Yahya C. Staquf. Dekrit tersebut menimbulkan reaksi cepat dari MPR dengan dimajukannya Sidang Istimewa pada tanggal 23 Juli 2001 yang rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 1 Agustus 2001.

         Dalam Sidang Istimewa MPR tersebut (yang tidak dihadiri oleh presiden), anggota sidang mencabut mandat Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI karena dianggap telah melanggar konstitusi. Keputusan untuk mencabut mandat presiden juga didukung oleh Fraksi TNI.
Dalam sidang selanjutnya, MPR memilih Megawati Soekarno Puteri (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947) sebagai Presiden yang ke lima RI melalui pemungutan suara (voting) secara tertutup. Sedangkan Hamzah Haz (Ketua Umum PPP) terpilih sebagai wakil presiden. Masa pemerintahan Megawati (Kabinet Gotomg Royong) ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.

         MPR periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pada pemilu presiden tahun 2004, Susilo Bambang Yudhoyono (lahir di Pacitan, Jatim, 9 September 1949) meraih suara terbanyak (60,9 persen suara pemilih) dan terpilih sebagai presiden. SBY kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More